Jumat, 22 November 2024

Pakar Hukum: KPU Wajib Patuh pada Putusan MK dalam Pilkada 2024

Laporan oleh Muhammad Syafaruddin
Bagikan
Ilustrasi - Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: Istimewa

Johanes Tuba Helan pakar hukum administrasi negara dari Universitas Nusa Cendana (Undana) menegaskan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tidak dapat dianulir oleh badan legislatif maupun eksekutif.

“Tidak bisa. Dalam negara demokrasi, putusan badan yudikatif tidak bisa dianulir oleh badan legislatif maupun badan eksekutif,” ujar Johanes dilansir dari Antara pada Kamis (22/8/2024).

Ia menyatakan bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus tetap menggunakan keputusan MK sebagai landasan hukum dalam pelaksanaan Pilkada serentak 2024.

Jika KPU tidak menggunakan keputusan MK, maka pelaksanaan Pilkada berpotensi melanggar hukum, dan KPU dapat diminta pertanggungjawaban secara hukum.

“Kalau tidak menggunakan putusan MK, maka pelaksanaan Pilkada melanggar hukum sehingga dapat digugat melalui jalur hukum, dan KPU dapat dimintakan pertanggungjawaban secara hukum,” jelasnya.

Sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dan pemerintah sepakat melanjutkan pembahasan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 atau RUU Pilkada pada rapat paripurna DPR terdekat guna disahkan menjadi undang-undang.

Kesepakatan ini dicapai dalam Rapat Panitia Kerja (Panja) RUU Pilkada Badan Legislasi (Baleg) DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (22/8/2024) kemarin.

Delapan fraksi di Baleg DPR RI menyatakan setuju terhadap pembahasan lebih lanjut RUU Pilkada. Fraksi-fraksi tersebut meliputi Fraksi Partai Gerindra, Fraksi Demokrat, Fraksi Golkar, Fraksi PKS, Fraksi NasDem, Fraksi PAN, Fraksi PKB, dan Fraksi PPP.

Sedangkan Fraksi PDI Perjuangan menyatakan menolak pembahasan RUU Pilkada untuk diundangkan. Pemerintah yang diwakili Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian juga menyampaikan persetujuan agar RUU Pilkada diparipurnakan.

Dalam Rapat Panja RUU Pilkada tersebut, terdapat dua materi krusial yang disepakati. Pertama, terkait penyesuaian Pasal 7 UU Pilkada mengenai syarat usia pencalonan sesuai dengan putusan Mahkamah Agung (MA).

Pasal 7 ayat (2) huruf e disepakati bahwa usia paling rendah untuk calon gubernur dan calon wakil gubernur adalah 30 tahun, serta 25 tahun untuk calon bupati dan calon wakil bupati serta calon wali kota dan calon wakil wali kota, terhitung sejak pelantikan pasangan terpilih.

Padahal, Mahkamah Konstitusi dalam pertimbangan hukum Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024 menegaskan bahwa penghitungan syarat usia calon kepala daerah harus terhitung sejak penetapan pasangan calon, bukan saat pasangan calon terpilih dilantik menjadi kepala daerah. Kedua, soal perubahan Pasal 40 UU Pilkada terkait ambang batas pencalonan kepala daerah, dengan mengakomodasi hanya sebagian putusan MK. (ant/saf/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
33o
Kurs