Jumat, 22 November 2024

Kemenkes Ingin Mencegah Segala Bentuk Perundungan, Siapkan Sanksi Tegas untuk Pelaku

Laporan oleh Muhammad Syafaruddin
Bagikan
M. Syahril juru bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI. Foto: Antara

Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI merilis data mengenai jumlah aduan yang diterimanya per 9 Agustus 2024. Dari data itu, terdapat hampir 1.600 aduan yang mencakup beberapa permasalahan di lingkungan petugas kesehatan tanah air.

Dari ribuan aduan tersebut, sebanyak 356 di antaranya merupakan laporan dugaan perundungan. Rinciannya adalah 211 laporan terjadi di RS vertikal dan 145 laporan dari luar RS vertikal.

“Yang dimaksud dengan perundungan itu banyak macam. Pertama bisa melalui verbal dengan ucapan atau ejekan. Yang membuat peserta didik tertekan. Kedua adalah perundungan fisik. Ada yang memukul dan menentang. Membuat peserta didik merasa tidak nyaman. Kalau itu dilakukan, lama-lama akan stres,” terang M. Syahril juru bicara Kemenkes dalam program Wawasan Radio Suara Surabaya, Rabu (21/8/2024) pagi.

Menurut Syahril, berbagai perundungan ini menyebabkan peserta didik mengalami tekanan batin, serta memengaruhi peserta didik dalam proses belajar.

Keterangan Syahril ini merespons kasus mahasiswi peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Prodi Anestesi di Universitas Diponegoro (Undip) Semarang yang kini viral.

Korban yang berinisial ARL (30) itu, ditemukan meninggal dunia dalam kamar kos pada Senin (12/8/2024) malam. Muncul dugaan bahwa korban mengalami perundungan atau bullying.

“Hal ini sedang diselidiki oleh kepolisian dan Kementerian Kesehatan. Apakah nanti ada yang berkaitan dengan (bullying) verbal kemudian fisik, atau hal-hal seperti beban kerjaan dan beban waktu, sehingga membuat almarhum ini mungkin menjadi berat atau stres,” jabarnya.

Syahril menegaskan, entitas fakultas kedokteran memang ada di bawah universitas. Tetapi prakteknya di layanan milik Kementerian Kesehatan.

Sehingga Kemenkes memiliki kewajiban dan tanggung jawab untuk menyiapkan menyiapkan produk pendidikan yang baik. Sehingga ketika lulus nanti betul-betul menjadi dokter yang profesional, bermanfaat, dan bermartabat.

Kemenkes menginginkan segala bentuk perundungan itu, baik fisik maupun verbal, harus dicegah. Jika terjadi kasus dugaan perundungan, maka akan diidentifikasi apakah ini termasuk kasus ringan, ringan atau berat.

“Kemudian akan ditentukan siapa pelakunya. Apakah senior, dosennya, termasuk direksi rumah sakit. Kalau ini terbukti, maka diberikan sanksi, baik itu ringan, sedang, atau berat,” terangnya.

Syahril menambahkan, keberadaan Undang-Undang Kesehatan bertujuan sebagai payung hukum untuk menjaga dan melindungi seluruh peserta didik selama mengikuti pendidikan.

“Mereka dilindungi secara hukum maupun secara birokrasi, agar sitem pendidikan kedokteran kita bagus. Makanya kasus perundungan ini harus diberantas dan tuntaskan sehingga tidak boleh lagi terjadi,” terangnya.

Bentuk sanksi ringan berupa surat tertulis. Sanksi sedang bisa berupa diturunkan pangkat atau tidak boleh melakukan praktik selama beberapa bulan.

“Sanksi berat bisa sampai pengembalian peserta didik, atau kalau ia direksi rumah sakit yang terbukti berat, bisa di-grounded-kan atau tidak menjadi direksi lagi. Artinya fair ya, bukan hanya peserta didik, juga direksi rumah sakit. Kalau terbukti, akan mendapat (sanksi) semuanya,” tegasnya.

Dengan sanksi tegas itu, ia berharap masyarakat bisa mendapatkan dokter-dokter yang profesional pula. Serta dokter pun bisa fokus ke keamanan dan keselamatan pasien. (saf/iss)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
29o
Kurs