Kontraktor Kontrak Kerjasama (KKKS) Pertamina EP Sukowati Field berusaha meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat melalui Program Prabu Kresna (Petani Rahayu Bersatu Kreatif dan Sejahtera) di Desa Rahayu, Kecamatan Soko, Tuban, Jawa Timur (Jatim).
Program ini menjawab tantangan para petani di Tuban yang sering mengalami gagal panen akibat praktik pertanian intensif dan pencemaran tanah akibat penggunaan pestisida dan pupuk kimia berlebihan.
Selain itu, tingginya harga pupuk juga menyulitkan petani dalam mengakses pupuk, yang berdampak pada penurunan produksi padi.
Sejak dimulai pada 2021, program ini dijalankan dengan sistem swasembada pupuk berbasis pengelolaan Rumah Kompos (Rumpos) dengan pola transaksi natura.
“Penerapan program ini berhasil melakukan perbaikan lingkungan, khususnya pada aspek perbaikan tanah lahan pertanian serta perbaikan rantai ekosistem di lahan pertanian, dan berdampak pada aspek sosial, ekonomi, dan kesejahteraan petani,” ungkap Arif Rahman Hakim Field Manager PEP Sukowati pada Rabu (14/8/2024).
Kelompok binaan program ini terbukti berhasil meningkatkan kapasitas dalam memanfaatkan kotoran hewan dan limbah organik menjadi pupuk kompos dan Mikro Organisme Lokal (MOL).
Pemanfaatan limbah dan kotoran hewan ini dilakukan secara bersama-sama oleh kelompok tani di Rumah Kompos dengan sistem natura
Padapetani dapat memperoleh pupuk kompos dan MOL dengan menukar limbah organik dan bahan baku lainnya di rumah kompos yang tersebar di tiga titik di Desa Rahayu.
Penggunaan pupuk organik dan MOL di lahan sawah mampu mengembalikan kesuburan tanah serta meningkatkan produksi panen petani.
“Adanya program Pertanian Organik Prabu Kresna mampu menjadikan petani swasembada pupuk sekaligus memperbaiki lingkungan sekitar,” tambahnya.
Program yang menerima penghargaan Proper Emas pada 2023 ini telah memberikan dampak positif bagi masyarakat, terutama petani.
Program ini berkontribusi dalam perbaikan lingkungan melalui pengurangan 400 kg pupuk kimia per hektare per musim, pemanfaatan limbah kotoran hewan sebanyak 118,5 ton hingga tahun 2024 yang sebelumnya tidak termanfaatkan.
Selain itu juga efisiensi penggunaan air irigasi sebanyak 40 persen dengan sistem organik, pengurangan emisi karbon sebesar 0,51695 ton CO2 eq/bulan, dan lebih dari 9,35 hektare total lahan sawah beralih ke sistem pertanian organik.
Selain itu, dampak sosial dan ekonomi dari program ini termasuk penghematan biaya produksi sebesar Rp2.317.688 per hektare per musim tanam, peningkatan pendapatan petani hingga Rp22 juta per hektare per musim tanam.
Serta peningkatan periode panen menjadi tiga kali setiap tahunnya, 83 petani mendapatkan manfaat dari program ini, serta terbentuknya jaringan antar kelompok tani.
“Program ini juga telah direplikasi di tiga desa di Kabupaten Bojonegoro, yaitu di Desa Ngampel, Desa Sambiroto, dan Desa Campurejo. Saat ini, hampir 1 hektare lahan telah dimanfaatkan menjadi lahan organik,” jelas Arif. (saf/ipg)