Senin, 25 November 2024

Calon Tunggal dalam Pilkada Dinilai Mengabaikan Aspirasi Masyarakat

Laporan oleh Muhammad Syafaruddin
Bagikan
Ilustrasi Pilkada Ilustrasi Pilkada. Foto: Antara

Gagasan tentang calon tunggal pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024 dinilai mengabaikan keinginan masyarakat yang mengharapkan adanya banyak calon kepala daerah.

“Kooptasi kehendak politik rakyat oleh elite partai politik tersebut, sesungguhnya merampas hak masyarakat untuk mendapatkan calon kepala daerah yang terbaik, dan banyak untuk dipilih, dan nantinya akan memimpin daerah mereka setidaknya lima tahun ke depan,” kata Kholil Pasaribu Ketua The Constitutional Democracy Initiative (CONSID).

Dilansir dari Antara pada Minggu (11/8/2024), ia menekankan jika keberadaan calon tunggal dalam Pilkada akan merusak esensi pemilihan yang seharusnya menghadirkan kontestasi yang setara dan adil di antara para peserta.

Menurutnya, Pilkada tanpa kontestasi adalah sebuah kebohongan yang terbungkus dalam tata cara dan prosedur demokrasi.

“Ketiga, partai politik semakin kehilangan kecerdasan, kemandirian, dan independensinya dalam mengelola organisasi politiknya. Partai politik sebagai rumah produksi calon pemimpin daerah, dan negara menjadi kehilangan peran dan fungsinya sama sekali,” tambahnya.

Kholil juga mengungkapkan bahwa dukungan elite partai politik terhadap calon tunggal diprediksi akan berdampak buruk pada masa depan demokrasi.

Ia menilai bahwa alasan munculnya calon tunggal dalam pilkada adalah tingginya ambang batas persentase syarat pencalonan kepala daerah, yaitu 20 persen jumlah kursi atau 25 persen jumlah suara sah dari Pemilu 2024.

“Hal itu sesuatu yang mungkin untuk diatasi. Partai politik dapat melakukan revisi terbatas terkait syarat pencalonan yang ada dalam Undang-Undang Pilkada. Hanya saja, pilihan ini tidak mau dilakukan karena bagi partai politik, bergabung secara bersama-sama dengan partai lain jauh lebih menguntungkan, terutama bagi partai yang tidak memiliki kader yang layak dijual,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa data menunjukkan tren peningkatan jumlah calon tunggal sejak Pilkada 2015.

“Pada Pilkada 2015 terdapat tiga calon tunggal, Pilkada 2017 terdapat sembilan calon tunggal, Pilkada 2018 terdapat 16 calon tunggal, dan Pilkada 2020 terdapat 25 calon tunggal. Dari 53 kasus calon tunggal yang ada, hanya satu calon yang pernah mengalami kekalahan. Artinya, peluang kemenangan calon tunggal pada pilkada sangat tinggi, mencapai 98,11 persen,” kata Kholil. (ant/saf/ham)

Berita Terkait

Surabaya
Senin, 25 November 2024
28o
Kurs