Jumat, 22 November 2024

Kepala BKKBN Sebut Aborsi Korban Pelecehan Seksual untuk Jaga Kesehatan Mental

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Hasto Wardoyo Kepala BKKBN dalam temu media di Kantor BKKBN, Jakarta, pada Jumat (9/8/2024). Foto: Antara

Hasto Wardoyo Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyatakan ketentuan aborsi bagi korban tindak pidana pemerkosaan dan pelecehan seksual berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 28 tahun 2024 adalah untuk menjaga kesehatan mental mereka.

“Yang dipandang darurat saat ini di Undang-Undang dan PP adalah orang yang diperkosa, karena kalau sudah diperkosa, hamil, bisa stres, dan jika tidak diaborsi bisa skizofrenia -halusinasi dan delusi yang menyebabkan perubahan perilaku-, depresi, sehingga mengancam kesehatan jiwa, akhirnya diputuskan boleh diaborsi,” kata Hasto di Kantor BKKBN Jakarta, Jumat (9/8/2024) dilansir Antara.

Ia menegaskan, para dokter di Indonesia sudah disumpah di pendidikan kedokteran untuk menghormati kehidupan sejak konsepsi (pembuahan) sampai akhir.

“Dokter bersumpah tidak akan membunuh kehidupan dari konsepsi sampai akhir hayat karena kita adalah negara yang religius, pro-life, pro kepada kehidupan, bukan pro-choice atau pro pada pilihan,” ujarnya.

Karenanya, mengingat Indonesia menganut pro-kehidupan, maka Hasto menegaskan aborsi hanya bisa dilakukan apabila dalam keadaan darurat.

“Kita menghentikan kehidupan dalam keadaan darurat, tetapi kan tidak ngawur, aborsinya umur berapa. Majelis Ulama Indonesia -MUI- pernah menegaskan 40 hari, ada yang menyatakan 120 hari. Nah, nanti apakah 40 atau 120 hari, mesti ada Peraturan Menteri atau petunjuk pelaksanaan -juklak-, petunjuk teknis -juknis- sebagai regulasi turunan dari PP,” katanya.

Ia menjelaskan, alasan abortus atau pengguguran kandungan diperbolehkan selain diperkosa, misalnya apabila ada kondisi darurat medis yang dialami calon ibu.

“Misalnya ada ibu yang sakit jantung, kalau ini diteruskan, jantungnya tambah berat, dia umur 36 minggu hamil, ibunya bisa enggak selamat, akhirnya bisa diterminasi kehamilannya, supaya ibunya selamat,” katanya.

Ia menjelaskan pula, dari kacamata medis ada beberapa jenis abortus yang dapat dilakukan, pertama yakni abortus karena ada indikasi medis atau abortus provocatus medicinalis.

“Ada juga yang abortus provocatus criminalist, karena dia adalah kriminal, tidak sesuai dengan indikasi medis maka diaborsi, ada juga yang abortus spontan, tidak ada apa-apa diaborsi, kemudian juga abortus infectious, jadi aborsi karena tidak aman akibat ada infeksi dan berbahaya,” tuturnya.

Sebelumnya, Pemerintah menetapkan sejumlah ketentuan untuk aborsi yang tertuang dalam pasal 116 Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang ditandatangani Presiden Joko Widodo dan diundangkan Menteri Sekretaris Negara Pratikno pada 26 Juli 2024.

Pada pasal 118 menyebutkan, kehamilan akibat tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan dibuktikan dengan sejumlah hal. Pada butir a, disebutkan surat keterangan dokter atas usia kehamilan sesuai dengan kejadian tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan. (ant/bil/iss)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
36o
Kurs