Jumat, 18 Oktober 2024

Rektor Unair Sarankan Digitalisasi Sistem dalam Pengajuan Guru Besar

Laporan oleh Risky Pratama
Bagikan
Mohammad Nasih Rektor Universitas Airlangga (Unair) saat berada di Gedung Rektorat Unair, Surabaya, Jumat (19/7/2024). Foto: Risky suarasurabaya.net

Mohammad Nasih Rektor Universitas Airlangga (Unair) mengatakan, saat ini perlu memanfaatkan kecanggihan teknologi untuk sistem pengajuan gelar guru besar.

Pemanfaatan teknologi itu menurutnya penting untuk meminimalisir peran seseorang dalam proses penilaian calon guru besar, sehingga tidak ada hal-hal yang tidak diinginkan.

“Saya tidak yakin pembayaran itu dilakukan untuk proses profesornya. Menurut hemat kami, untuk mencegah harus ada digitalisasi. Tidak perlu melibatkan orang untuk mencapai syarat guru besar,” katanya di Unair Surabaya, Jumat (19/7/2024).

Dengan beralih ke digital, kata dia, calon guru besar tidak lagi perlu bertemu dengan asesor untuk proses penilaiannya. Melainakan, cukup hanya dengan sistem untuk memastikan karya yang dibuat oleh calon guru besar sudah memenuhi syarat atau tidak.

“Sehingga digitalisasi proses guru besar ini sangat penting, dan meminimalkan proses ketemu orang per orang. Jadi nanti sistem bisa menyeleksi sendiri, kalau jurnal discontinue akan ditolak,” ucapnya.

Tetapi, lanjutnya, upaya tersebut memerlukan investasi yang besar, karena harus beralih dari seorang asesor atau penilai calon guru besar ke mesin.

“Tentunya investasi sangat besar, tetapi jangan sampai ketemu orang per orang, karena kalau ketemu orang per orang pasti ada tidak enaknya, sungkannya dan lainnya,” ujarnya.

Seperti diketahui, hal itu ia katakan sebagai solusi atas adanya dugaan jual beli profesor yang mencuat di dunia pendidikan dan ramai diperbincangkan di media sosial. Atas isu tersebut, muncul juga upaya desaklarisasi gelar profesor.

Tetapi ia menyatakan, desakralisasi profesor merupakan langkah yang tidak akan dilakukan di Unair. Karena ia menegaskan, profesor tetaplah gelar yang sakral.

Hanya saja, penggunaannya harus proporsional, yakni digunakan hanya dalam urusan akademik dan tidak dilakukan di urusan non akademik.

“Kalau ada kesalahan jangan sampai merusak semuanya. Kemuliaan dan martabat harus tetap dilakukan. Bukan dengan desakralisasi tetapi memposisikan kapan gelar profesor digunakan,” pungkasnya. (ris/bil/iss)

Berita Terkait

..
Potret NetterSelengkapnya

Teriknya Jalan Embong Malang Beserta Kembang Tabebuya

Bunga Tabebuya Bermekaran di Merr

Kebakaran Pabrik Plastik di Kedamean Gresik

Surabaya
Jumat, 18 Oktober 2024
36o
Kurs