Jumat, 22 November 2024

Tekan Penyebaran Kasus, KOPI TB Surabaya dan Pemkot Gencarkan Screening TBC

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Kiri ke kanan: Firman Ardiansyah penyintas tuberkulosis resisten obat, Nanik Sukristina Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya, dan dr. Tutik Kusmiati Ketua KOPI TB Surabaya waktu mengisi program Semanggi Suroboyo di Radio Suara Surabaya, Jumat (12/7/2024). Foto: Rona suarasurabaya.net

Koalisi Organisasi Profesi Indonesia untuk Penanggulangan Tuberkulosis (KOPI TB) meyakinkan masyarakat supaya berani melakukan screening penyakit tersebut, dengan menjamin pelayanan lebih nyaman.

Hal tersebut disampaikan dr. Tutik Kusmiati Ketua KOPI TB Surabaya yang menjamin pengobatan tuberkulosis (TBC) saat ini tidak memerlukan waktu lama, karena pasien diberikan pilihan durasi pengobatan.

“Pengobatan TBC di era sekarang jauh lebih pendek. Kalau dulu menjalani pengobatan sampai dua tahun. Tapi sekarang, ada pilihan pengobatan enam bulan saja,” terang Tutik waktu mengudara dalam program Semanggi Suroboyo, Jumat (12/7/2024) pagi, membahas soal penanganan kasus TBC di Kota Surabaya.

Tutik menjelaskan, metode yang mulai diterapkan sejak 2019 ini jauh berbeda dari sebelum-sebelumnya, dimana pasien sampai harus menjalani perawatan hingga dua tahun akibat mengalami resisten obat (TBC RO).

Penyebab pasien tersebut mengalami TBC RO, kata Tutik, tak lain karena yang bersangkutan tidak meminum obatnya dengan teratur sesuai anjuran.

“Misal, dari empat obat yang diberikan dokter, oleh pasien biasanya hanya diminum tiga. Ini yang menyebabkan kuman TBC bermutasi,” jelasnya.

Jika kuman TBC sudah bermutasi, lanjutnya, maka pengobatannya harus dengan lini dua yang mempunyai efek samping lebih banyak.

“Efek samping yang dirasakan pasien saat mengonsumsi obat untuk TBC RO biasanya, mual, muntah, pusing, mata berkunang-kunang, dan sensitif dengan cahaya. Sehingga, akan tidak nyaman saat beraktivitas,” ungkapnya.

Dalam kesempatan yang sama, Firman Ardiansyah penyintas tuberkulosis resisten obat (TBC RO) yang turut hadir dalam Semanggi Suroboyo mengaku sempat tidak bisa beraktivitas normal saat melakukan pengobatan delapan tahun lalu.

Bukan karena lingkungan, tetapi efek samping yang dia dapat setelah minum obat, membuat tubuhnya tidak bisa melakukan aktivitas normal seperti, bekerja.

Selama menjalani pengobatan TBC RO dua tahun, Firman terpaksa berhenti dari pekerjaannya untuk fokus pada pengobatan.

“Sebenarnya saya sudah bilang ke kantor soal masa pengobatan. Tapi, justru saat berobat, efek sampingnya yang bikin saya lemas,” terang Firman.

Karenanya, dengan pelayanan yang sudah disediakan pemerintah saat ini, dia mengajak warga untuk berani melakukan screening untuk membantu Pemerintah menyetop penyebaran TBC semakin luas.

Sebagai informasi, Dinas Kesehatan (Dinkes) mencatat jumlah kasus Tuberkulosis (TBC) di Kota Surabaya mencapai 5.800 kasus hingga akhir Juni 2024. Wilayah dengan kasus terbanyak yaitu Surabaya Utara, diikuti oleh daerah Barat dan Timur.

Nanik Sukristina Kepala Dinkes Kota Surabaya menyebut, jumlah itu didapatkan berdasarkan upaya aktif pemerintah kota (Pemkot) melakukan screening dengan harapan bisa menemukan kasus sebanyak-banyaknya, sehingga bisa melakukan pengobatan secepat-cepatnya.

“Setiap bulan kita lakukan screening. Jadi kalau kemarin angka (bulan) Mei itu 3.000, untuk angka sampai dengan 30 Juni itu kita sudah 5.800 kasus. Kalau dari targetnya sih untuk (penemuan) kasus di Kota Surabaya itu 14 ribuan (tahun 2024),” ujar Nanik.

Pemkot Surabaya, lanjutnya, terus aktif melakukan upaya optimal melibatkan seluruh elemen masyarakat dalam penanganan maupun pencegahan terhadap penyakit yang menurut catatan organisasi kesehatan dunia (WHO) itu menyebabkan 16 orang di Indonesia meninggal per jamnya.

Screening ini dilakukan melalui pembinaan terpadu di Posyandu dan Puskesmas yang tersebar di seluruh wilayah Kota Surabaya. Petugas kesehatan, lanjutnya, juga turun langsung ke masyarakat untuk melakukan pemeriksaan dan mendeteksi TBC serta penyakit lainnya.

“Dengan melakukan screening secara terintegrasi, kita tidak hanya menemukan kasus TBC, tetapi juga penyakit lainnya yang dapat segera ditangani. Semua pengobatan TBC yang ditemukan akan ditanggung oleh pemerintah hingga pasien benar-benar sembuh,” jelas Nanik. (kir/bil/faz)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
31o
Kurs