Jumat, 22 November 2024

Polling Suara Surabaya: Masyarakat Setuju KPU RI Membuka Kembali Pencalonan Jalur Independen

Laporan oleh Muhammad Syafaruddin
Bagikan
Hasil Wawasan Polling Suara Surabaya Media setuju atau tidak wacana KPU RI membuka lagi pencalonan jalur independen? Ilustrasi: Bram suarasurabaya.net

KPU RI tengah mengkaji opsi untuk membuka kembali pendaftaran pasangan calon kepala daerah jalur perseorangan atau independen menjelang Pilkada 2024.

Dilansir dari Antara, pendaftaran calon independen sudah ditutup pada Mei 2024 lalu. Sementara proses verifikasi masih berlangsung saat ini.

“Dahulu waktu kami membuka penyerahan, menetapkan jadwal, waktu penyerahan dukungan calon perseorangan pada tanggal 8-12 Mei 2024 putusan MA ini belum terbit,” kata Idham Holik anggota KPU RI pada Senin (8/7/2024).

Idham menyampaikan, hal itu karena Putusan Mahkamah Agung (MA) Nomor 23 P/HUM/2024 mengubah tafsir penghitungan syarat usia minimum calon kepala daerah.

Sebelum diubah MA, syarat usia minimal calon dihitung saat penetapan pasangan calon pada tanggal 22 September 2024. Setelah diubah MA, syarat usia minimal calon dihitung saat pelantikan pasangan calon kepala daerah/wakil kepala daerah terpilih pada tanggal 1 Januari 2025.

Terkait dengan putusan MA itu, kata Idham, peminat jalur nonpartai yang awalnya tidak jadi maju karena tak memenuhi syarat usia minimal, kini bisa mendaftarkan diri.

Hingga sekarang, KPU masih menunggu jadwal pelantikan serentak calon kepala daerah terpilih yang bakal diatur lewat peraturan presiden (perpres).

Menurut Anda, setuju atau tidak wacana KPU RI membuka lagi pencalonan jalur independen?

Dari data Gatekeeper Radio Suara Surabaya, 77 persen pendengar menyatakan setuju jika KPU RI membuka lagi pencalonan jalur independen. Kemudian 23 persen sisanya mengaku tak setuju dengan wacana tersebut.

Sementara dari data Instagram @suarasurabayamedia, sebanyak 76 persen partisipan menyatakan setuju jika KPU RI membuka lagi pencalonan jalur independen. Sedangkan 24 persen lainnya tak setuju dengan wacana itu.

Menyikapi hal tersebut, Neni Nur Hayati Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia mengatakan, sejak awal dirinya menyampaikan bahwa tidak perlu KPU itu menindaklanjuti putusan Mahkamah Agung itu untuk Pilkada 2024.

“Ketika hari ini KPU melakukan tindak lanjut atas keputusan MA itu, saya kira ini keputusan absurd oleh KPU. Karena di tengah tahapan proses pencalonan perseorangan dimulai, di situ aturannya masih PKPU yang lama, belum menggunakan PKPU 8 2024,” terang Neni ketika mengudara di Radio Suara Surabaya, Kamis (11/7/2024) pagi.

Neni menyebut, nyaris tidak ada proses uji publik di Peraturan KPU (PKPU) nomor 8 tahun 2024 terkait pencalonan pemilihan kepala daerah untuk bupati-wakil bupati, wali kota-wakil wali kota, dan gubernur-wakil gubernur.

Neni mengingatkan bahwa pembukaan pendaftaran pencalonan jalur independen tidak semudah yang dibayangkan. Sebab Ketika dibuka lagi, ada tahapan lain yang sebenarnya sudah berjalan.

“Jadi saya kira ketika ini dibuka kembali, bagaimana mekanismenya, bagaimana aturannya, bagaimana kesiapan terutama di KPU RI, di provinsi dan kabupaten/kota,” sebutnya.

Selain itu, pada Agustus nanti sudah mulai tahapan krusial. Di mana sudah masuk tahapan pencalonan oleh partai politik. Kemudian di lapangan, pantarlih pun sudah bekerja untuk proses pemutahiran daftar pemilih.

Neni melihat ada potensi menambah kompleksitas pemilihan serentak 2024 itu sendiri. Serta menimbulkan ketidakpastian hukum.

“Nah kenapa sih KPU itu gegabah menindaklanjuti putusan Mahkamah Agung untuk pemilihan serentak 2024? Kan KPU itu lebih tahu ya bagaimana kondisi objektifnya. Jangan hanya karena order atau masukan-masukan untuk kepentingan politik pragmatis, pada akhirnya justru KPU juga terjebak di kepentingan politik pragmatis untuk mengakali konstitusi di PKPU itu sendiri. Ini kan menjadi keluar dari prinsip Pemilu demokratis yang selalu kita gaungkan itu,” jabar Neni.

Neni kembali menegaskan bahwa KPU RI terlalu buru-buru menindaklanjuti putusan Mahkamah Agung. Di mana dia melihat ada faktor-faktor lain yang menjadi latar belakang atas sikap KPU RI itu.

“Padahal KPU RI sempat membangkang putusan Mahkamah Agung tentang affirmative action keterwakilan perempuan dan juga untuk eks-NAPI koruptor. Sehingga Dapil 6 Gorontalo harus dilakukan PSU gara-gara membangkangan terhadap putusan Mahkamah Agung. Nah ini tiba-tiba langsung ditindaklanjuti karena ada hal-hal lain,” jabarnya. (saf/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
33o
Kurs