Samuel Abrijani Pangerapan menyatakan mundur dari posisi Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Dirjen Aptika), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo).
Sesudah sekitar delapan tahun berada di kementerian, per tanggal 1 Juli 2024, dia mengajukan pengunduran diri baik secara lisan serta menyampaikan surat kepada Budi Arie Setiadi Menkominfo.
Pengumuman pengunduran diri itu disampaikan pria yang akrab disapa Semmy, pagi hari ini, Kamis (4/7/2024), dalam keterangan pers, di Kantor Kemenkominfo, Jakarta Pusat.
“Saya menyatakan per tanggal 1 Juli kemarin sudah saya ajukan pengunduran diri saya secara lisan dan suratnya sudah saya sampaikan kemarin. Terima kasih atas kerja samanya selama ini, dan saya mohon maaf apabila ada kesalahan dan perkataan saya yang tidak berkenan,” ujarnya.
Mudurnya Samuel dari posisi Dirjen Aptika merupakan bentuk tanggung jawab moral pascakasus serangan Ransomware pada sistem Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2, beberapa pekan lalu.
Dia bilang, secara teknis masalah PDNS itu semestinya bisa tertangani dengan baik. Tapi, faktanya serangan itu tidak bisa diatasi dengan cepat, dan menimbulkan kegaduhan.
“Saya mundur sebagai tanggung jawab moral saya,” tegasnya.
Terkait penanganan sistem PDN, Semmy menyebut Kemenkominfo dan para pihak terkait sedang melakukan proses pemulihan berkala.
Kemenkominfo juga sudah mencoba kunci dekripsi yang diberikan pihak peretas.
Lebih lanjut, Semmy menegaskan bakal tetap melanjutkan misi transformasi digital Indonesia dari luar pemerintahan. Karena, menurutnya hal itu bukan cuma tanggung jawab pemerintah.
Seperti diketahui, hari Kamis (20/6/2024), sejumlah layanan publik di Tanah Air sempat terganggu akibat peretasan sistem PDNS 2 yang ada di Kota Surabaya, Jawa Timur.
Salah satu layanan yang terkena imbas adalah sistem Autogate milik Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM.
Sesudah mencari penyebabnya, ternyata PDNS 2 kena serangan varian baru Ransomware Lockbit 3.0 bernama Brain Cipher.
Pihak peretas meminta uang sebanyak delapan juta Dollar AS atau sekitar Rp131 miliar kepada Pemerintah Indonesia sebagai imbalan untuk mengembalikan data.(rid/ipg)