Rachmat Gobel Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Industri dan Pembangunan (Korinbang) mempertanyakan kebijakan buka tutup impor yang dilakukan pemerintah.
Menurutnya, kebijakan tersebut malah memberikan ketidakpastian pada investor yang ingin berinvestasi di Indonesia.
“Hal itu sebetulnya sudah menjadi catatan investor sejak lama, karena aturan sering berubah-ubah. Padahal, Indonesia sedang gencar-gencarnya mendorong peningkatan investasi dan mendorong ekspor,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Rabu (21/5/2024).
Belum lama ini, lanjut Gobel, pemerintah melakukan pengetatan aturan impor melalui Permendag Nomor 7/2024 yang ditandatangani pada 10 Maret 2024 dan mulai berlaku 6 Mei 2024.
Permendag itu merupakan perubahan kedua atas Permendag Nomor 36/2023 yang direvisi melalui Permendag Nomor 3/2024.
Permendag Nomor 7/2024 merupakan regulasi yang memperketat persyaratan impor yang harus menyertakan pertimbangan teknis (Pertek). Pengetatan tersebut bertujuan untuk melindungi industri dalam negeri dan melindungi investasi di Indonesia.
Namun, pada Jumat 17 Mei 2024, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto didampingi sejumlah wakil menteri mengumumkan, pemerintah merevisi aturan itu melalui Permendag Nomor 8/2024 yang menghapus persyaratan Pertek untuk sejumlah barang seperti elektronik, alas kaki, pakaian jadi dan aksesoris pakaian jadi, tas, dan katup. Permendag tersebut langsung berlaku pada hari itu juga.
Alasan revisi tersebut, diketahui karena terjadi penumpukan barang sebanyak 17.304 kontainer di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, dan 9.111 kontainer di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.
Sehingga, Permendag yang baru diharapkan dapat menjadi solusi dari penumpukan barang yang harus bisa diselesaikan dalam waktu lima hari.
Lebih lanjut, Gobel mengingatkan, dunia sedang dihadapkan pada ketidakpastian akibat geopolitik dan persaingan yang ketat antarnegara dalam menarik investor.
Dia mengingatkan, jangan sampai kebijakan buka-tutup impor tersebut menambah ketidakpastian investor.
Gobel menyebut, kendornya ketentuan impor bisa mematikan industri dalam negeri. Bahkan, dalam beberapa tahun ini, impor tekstil bermotif kain tradisional seperti batik, tenun, dan lain-lain bisa mematikan industri kain tradisional Indonesia. Itu uga terjadi di industri mebel dan handicraft Indonesia.
“Pemerintah harus bisa memilah, untuk produk yang sudah dibuat di dalam negeri ya harus ada perlindungan. Buka-tutup kebijakan impor menunjukkan pemerintah tidak kuat menghadapi tekanan importir. Itu benar-benar merusak pasar dan iklim berusaha yang sehat,” kata Gobel.
Dia melanjutkan, peraturan yang sudah baik semestinya tetap diberlakukan. Dia menilai Permendag Nomor 8/2024 tidak melindungi industri dalam negeri dan sangat tidak melindungi para investor yang datang ke Indonesia.
Sementara, aturan pengetatan impor merupakan arahan dari Joko Widodo Presiden karena terjadi defisit neraca perdagangan yang besar.
Presiden memberikan arahan supaya sejumlah barang yang sudah diproduksi di dalam negeri tidak kalah laku dengan produk impor. Sehingga, perlu ada pengetatan impor dengan menambahkan syarat Pertek.
Pengetatan impor, imbuhnya, menunjukkan pemerintah lebih mengutamakan produk dalam negeri dan melindungi tenaga kerja Indonesia.
Namun kini, kebijakan tersebut dicabut lagi untuk produk-produk yang justru merupakan hasil industri yang menyerap tenaga kerja yang besar dan sebagian bahkan diproduksi oleh industri berskala UMKM dan rumahan.
Gobel menekankan, akibat serbuan impor tersebut, tidak hanya berdampak pada defisit neraca perdagangan tapi juga membuat sejumlah industri gulung tikar.
“Seperti industri tekstil dan industri garmen. Ini sangat menyedihkan. Ada pengusaha yang bangkrut dan ada tenaga kerja yang kehilangan pekerjaan,” tandasnya.(rid)