Pemerintah Korea Selatan (Korsel) pada, Kamis (20/6/2024), mengatakan akan mempertimbangkan memasok senjata ke Ukraina, setelah Korea Utara (Korut) dan Rusia menandatangani perjanjian yang melibatkan bantuan militer segera jika salah satu dari mereka diserang.
Chang Ho-jin Penasihat Keamanan Nasional Korsel menyesalkan “perjanjian strategis komprehensif” yang ditandatangani Vladimir Putin Presiden Rusia dan Kim Jong Un Pemimpin Korut dalam pertemuan puncak keduanya di Pyongyang, pada Rabu (19/6/2024).
“Pemerintah menyatakan keprihatinan yang mendalam dan mengutuk penandatanganan perjanjian kemitraan strategis komprehensif antara Korut dan Rusia, yang bertujuan untuk memperkuat kerja sama militer dan ekonomi,” kata Chang dalam konferensi pers di kantor kepresidenan seperti dikutip Antara.
Chang mengatakan kerjasama apapun baik secara langsung ataupun tidak yang membantu meningkatkan militer Korut adalah melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB, dan akan tunduk pada pengawasan dan sanksi internasional. Karenanya, Korsel berjanji akan mengambil tindakan yang sesuai.
“Kami bermaksud meninjau kembali masalah pasokan senjata ke Ukraina, “kata Chang, mengisyaratkan perubahan kebijakan Korsel yang sebelumnya tidak menyediakan senjata mematikan untuk Ukraina.
Namun, seorang pejabat kepresidenan lain mengatakan Korsel akan mempertahankan ambiguitas strategis mengenai jenis senjata tersebut.
“Langkah-langkah pasti akan diumumkan kemudian, dan akan menarik untuk melihat bagaimana tanggapan Rusia, dibandingkan mengungkapkan rencana kami terlebih dahulu,” kata pejabat itu kepada wartawan.
Selain itu, Korsel juga akan menjatuhkan sanksi tambahan terhadap empat kapal, lima organisasi dan delapan individu yang terlibat dalam transfer senjata dan minyak antara Rusia dan Korea Utara, kata Chang.
Saat ini, terdapat 1.159 unsur yang tunduk pada kendali ekspor ke Rusia setelah perang Ukraina, dan Korea Selatan akan menambah 243 unsur baru, sehingga totalnya menjadi 1.402 yang terkena sanksi. (ant/bil)