Senin, 25 November 2024

Aturan Baru, Kini Satu Rumah di Surabaya Maksimal 3 KK

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Dr. Eddy Christijanto Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surabaya. Foto: Dok/ Meilita suarasurabaya.net

Dalam upaya menjaga ketertiban administrasi kependudukan dan memastikan standar kehidupan yang layak bagi warga, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya telah mengumumkan langkah-langkah baru terkait layanan pecah Kartu Keluarga (KK).

Salah satunya pemberlakuan pembatasan, di mana hanya tiga KK dalam satu alamat rumah. Aturan tersebut berlaku sejak 31 Mei 2024, berdasarkan Surat No: 400.12 /10518/436.7.11/2024 dan ditandatangani Sekretaris Daerah Kota Surabaya.

Terkait kebijakan ini, Eddy Christijanto Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Kota Surabaya mengatakan ada dua faktor di belakangnya.

Pertama, kebijakan itu berangkat temuan data satu alamat berisikan 50-100 KK oleh Eri Cahyadi Wali Kota, yang pada saat dicrosscheck di lapangan, ternyata banyak dari anggota KK tersebut tidak ada di lokasi.

“Data di kami, yang saat ini sedang diproses, ada 61.750 KK yang orangnya tidak ada di tempat (alamatnya). Kami tidak tahu apakah mereka pindah ke kecamatan lain, pindah ke kelurahan lain, atau mereka bertempat tinggal di kota lain. Itu masih belum kami ketahui karena mereka belum melaporkan ke ketua RT/RW. Itu yang dilaporkan,” jelas Eddy waktu mengisi program Wawasan Suara Surabaya, Senin (3/6/2024).

Kemudian alasan kedua diberlakukannya kebijakan tersebut, kata Eddy, banyaknya temuan jumlah penghuni suatu alamat/rumah  yang luasnya tidak sesuai dengan standar rumah sehat.

Dia mencontohkan, ada temuan rumah dengan ukuran 4×6 meter yang dihuni 10 KK. Menurutnya, hal tersebut sangat tidak masuk akal, karena jika per KK ada empat orang, maka ada 40 jiwa yang tinggal di rumah seluas 24 meter persegi.

“Pemerintah sangat zalim kalau misalnya (membiarkan) terjadi seperti itu. Akhirnya dari latar belakang itulah kami melakukan upaya untuk penertiban terkait dengan KK ini,” ujarnya.

Dari temuan tersebut, lanjutnya, Pemkot memberlakukan kebijakan pecah KK bisa dilakukan dengan catatan. Pertama anak dari anggota KK tersebut sudah menikah maupun memiliki anak, kedua perceraian, serta yang terakhir dalam satu alamat hanya bisa dihuni tiga KK.

“Dengan penghitungan keluarga berencana satu keluarga dua anak, dan ketika seorang anak itu menikah menurut rasional kami, itu berarti sudah mampu. Berarti sudah mampu ketika mau membangun rumah tangga itu berarti sudah mampu segalanya lah,” ucapnya.

Menurut Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah (Kimpraswil) No 403 Tahun 2002, standar luas hunian untuk satu orang adalah sembilan meter persegi, untuk tiga orang 26 meter persegi, dan empat orang 36 meter persegi.

Kepala Dispendukcapil Surabaya itu juga mengungkapkan, kalau kebijakan ini merupakan bentuk intervensi Pemkot di bawah kepemimpinan Eri Cahyadi Wali Kota Surabaya untuk memberikan kehidupan yang layak kepada warga. Seiring dengan pemberdayaan masyarakat lewat program Padat Karya untuk mengentas kemiskinan.

Tujuannya sebenarnya bagaimana masyarakat kita ini layak. mohon maaf, ketika orangnya tidak ada di tempat ternyata data di statistik BPS itu data kemiskinan di sana besar, dan waktu dicek di lapangan tidak ada, ya itu yang mau kita intervensi sehingga harus melakukan penertiban itu,” jelasnya.

Adapun terkait data kemiskinan di Surabaya, kata Eddy, saat ini jumlahnya ada di angka 33 ribu jiwa. “Bapak Wali Kota mencanangkan, pokoknya sampai akhir tahun harus tinggal 15 ribu, sehingga intervensinya sangat luar biasa terhadap orang-orang miskin ini,” jelasnya. (bil/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Senin, 25 November 2024
26o
Kurs