Setelah membatalkan kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT), Nadiem Anwar Makarim Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), ke Istana Merdeka menyampaikan keputusan pembatalan kenaikan uang kuliah tunggal (UKT).
Mendikbudristek menyampaikan beberapa hal penting sebagai tindak lanjut. Selain tidak adanya kenaikan UKT tahun ini, Mendikbudristek meminta perguruan tinggi ‘jemput bola’ ke calon mahasiswa baru.
“PTN perlu merangkul calon mahasiswa baru yang belum daftar ulang atau mengundurkan diri akibat UKT yang tinggi. Saya berharap, calon mahasiswa baru agar diberitahukan mengenai kebijakan terakhir pembatalan kenaikan UKT. Jika tidak jadi mengundurkan diri, perlu diterima kembali,” kata Nadiem dalam keterangannya, Selasa (28/5/2024).
Selain itu, Nadiem juga menyampaikan, bagi mahasiswa yang sudah membayar dengan UKT yang dinaikkan, maka perlu ditindaklanjuti oleh PTN agar kelebihan pembayaran dikembalikan atau diperhitungkan pada semester selanjutnya.
Saat di Istana Negara, Mendikbudristek menyampaikan bahwa dirinya mengajukan beberapa pendekatan untuk bisa mengatasi kesulitan yang dihadapi mahasiswa, di mana Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi (Dirjen Diktiristek) akan menyampaikan detail teknisnya.
“Pembatalan kenaikan UKT, kenaikan Iuran Pengembangan Institusi (IPI), dan detail teknisnya akan disampaikan Dirjen Diktiristek dalam Surat Dirjen. Prof. Haris (Dirjen Diktiristek) dan tim sudah menerima aspirasi berbagai pihak. Surat Dirjen ini akan diterbitkan segera agar pemimpin PTN dapat mengimplementasikan kebijakan dengan lancar,” jelas Nadiem.
Sekadar diketahui, menindaklanjuti masukan masyarakat terkait implementasi uang kuliah tunggal (UKT) tahun ajaran 2024/2025 dan sejumlah koordinasi dengan perguruan tinggi negeri (PTN), termasuk PTN berbadan hukum (PTN-BH), Nadiem Anwar Makarim Mendikbudristek menyampaikan keputusan pembatalan kenaikan UKT.
“Terima kasih atas masukan yang konstruktif dari berbagai pihak. Saya mendengar sekali aspirasi mahasiswa, keluarga, dan masyarakat. Kemendikbudristek pada akhir pekan lalu telah berkoordinasi kembali dengan para pemimpin perguruan tinggi guna membahas pembatalan kenaikan UKT dan alhamdulillah semua lancar. Baru saja saya bertemu dengan Bapak Presiden dan beliau menyetujui pembatalan kenaikan UKT. Dalam waktu dekat Kemendikbudristek akan mereevaluasi ajuan UKT dari seluruh PTN,” kata Mendikbudristek selepas bertemu Joko Widodo Presiden Republik Indonesia di Istana Merdeka, Jakarta pada Senin (27/5/2024).
“Saya bertemu Bapak Presiden untuk membahas berbagai hal di bidang pendidikan, salah satunya adalah perihal UKT. Saya mengajukan beberapa pendekatan untuk bisa mengatasi kesulitan yang dihadapi mahasiswa. Terkait implementasi Permendikbudristek, Dirjen Diktiristek akan mengumumkan detil teknisnya,” lanjut Mendikbudristek.
Sebagai latar belakang, Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 tentang Standar Satuan Biaya Operasional Pendidikan Tinggi (SSBOPT) diterbitkan sebagai dasar peningkatan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) bagi PTN dan PTN-BH. Penyesuaian SSBOPT juga mempertimbangkan fakta meningkatnya kebutuhan teknologi untuk pembelajaran, mengingat perubahan pada dunia kerja yang juga semakin maju teknologinya, sementara SSBOPT tidak pernah dimutakhirkan sejak tahun 2019. Kemendikbudristek dalam hal ini mendorong perguruan tinggi agar dapat memberikan pembelajaran yang relevan kepada mahasiswa.
Permendikbudristek Nomor 2 Tahun 2024 juga menekankan dua hal utama yang menjadi pertimbangan dalam penentuan UKT, yakni asas berkeadilan dan asas inklusivitas.
Sebelumnya, sejumlah miskonsepsi terjadi di tengah masyarakat. Sebenarnya, Permendikbudristek tersebut hanya berlaku bagi mahasiswa baru; Ada kemungkinan PTN keliru ketika penempatan mahasiswa dalam kelompok UKT yang tidak sesuai kemampuan ekonominya karena data yang diberikan mahasiswa tidak akurat; Ada segelintir PTN yang sebelumnya memiliki UKT rendah atau belum disesuaikan selama lebih dari lima tahun, sehingga kenaikan UKT dirasa tidak wajar; Serta ada kesalahpahaman bahwa kelompok UKT tertinggi berlaku untuk kebanyakan mahasiswa. Padahal secara keseluruhan, hanya 3,7% mahasiswa baru yang ditempatkan pada kelompok UKT tertinggi. (faz/ham)