Parkinson merupakan salah satu penyakit neurodegeneratif yang terjadi sejalan dengan proses penuaan sistem saraf di otak ketika zat dopamin mengalami penurunan hingga 30 persen.
Namun, seiring berjalannya waktu dan umur seseorang, penuaan sistem saraf mengalami kemunduran dan bisa terjadi mulai usia 50, 40, bahkan 30 tahun.
Dilansir Antara Jumat (17/5/2024), Rocksy Fransisca V. Situmeang, dokter spesialis saraf RS Siloam Lippo Village Tangerang menjelaskan bahwa secara teori, sebesar 15 persen penyakit parkinson dipengaruhi faktor genetik.
“Namun, dengan pemahaman secara medis yang semakin baik mengenai pengaruh genetik dalam penyakit parkinson, genetik dapat menjadi faktor yang bisa menurunkan penyakit parkinson,” kata Rocksy.
Gejala, perawatan dan pola hidup
Menurut dr Rocksy, gejala parkinson disingkat TRAP yaitu tremor, rigidity (kaku), akinesia (gerakan lebih lambat) dan postural instability (ketidakstabilan postur). Ada juga gejala secara non-motorik, seperti susah tidur, gangguan penciuman, gangguan buang air besar, dan susah menelan.
Jika terkena parkinson, segeralah hubungi dokter spesialis saraf untuk pengecekan lebih lanjut. Pemberian obat-obatan yang tepat dapat meningkatkan kualitas hidup pasien menjadi lebih baik. Pasien parkinson membutuhkan latihan rutin untuk melatih gerak otot agar tidak mengalami kekakuan.
“Parkinson merupakan penyakit yang tidak bisa dicegah namun kita dapat meminimalkan seseorang tersebut terkena parkinson dengan memperbaiki pola hidup kita,” katanya.
Dokter lulusan Universitas Indonesia itu, menyebutkan bahwa konsumsi makanan bergizi, cukup air mineral, buah dan sayur (tanpa pestisida), serta lingkungan yang bersih dapat meminimalisasi parkinson.
Tingkat stres pun memengaruhi seseorang terkena parkinson. Oleh karena itu, perlu untuk terus mengontrol emosi dan menghindari hal-hal yang dapat memicu naiknya stres.
Jenis pengobatan
Terdapat tiga jenis pengobatan yang dapat digunakan untuk pasien parkinson, melalui obat-obatan, terapi fisik, dan metode operasi.
Obat-obatan menjadi metode utama dalam mengelola parkinson. Dokter dapat meresepkan berbagai macam obat yang bertujuan untuk mengontrol gejala dan meningkatkan kualitas hidup pasien.
Selain itu, fisioterapi juga menjadi bagian penting dalam manajemen parkinson. Terapis fisik akan bekerja sama dengan pasien untuk mengembangkan program latihan khusus guna meningkatkan kekuatan, keseimbangan, dan koordinasi gerakan.
Kemudian, latihan conditioning dan keseimbangan dapat membantu pasien meningkatkan kemampuan bergerak dan mengurangi risiko jatuh.
Ada juga prosedur bedah Deep Brain Stimulation (DBS) untuk mengurangi gejala parkinson yang tidak terkontrol dengan obat-obatan. Proses itu melibatkan penanaman elektroda tipis ke dalam area otak yang bertanggung jawab pada kontrol gerakan.
Jenis obat dan terapi
Frandy Susatia Dokter spesialis saraf di RS Siloam Kebon Jeruk, menjelaskan jenis obat dan terapi untuk penderita parkinson. Menurutnya, obat-obatan dapat meningkatkan atau menggantikan dopamin dalam tubuh.
Jenis obat-obatan yang dapat diresepkan oleh dokter, antara lain Antikolinergik untuk mengurangi tremor, Levodopa untuk menangani gangguan gerak tubuh dan tremor, serta Agonis Dopamin untuk menggantikan fungsi dopamin di dalam otak.
Adapun jenis terapi yang dianjurkan, antara lain fisioterapi, terapi wicara, psikoterapi, hingga terapi okupasi.
Teknologi bantu penderita parkinson
“Saat ini sudah menjadi sebuah tren penggunaan wearable device seperti jam tangan yang dapat digunakan untuk membantu dalam mengatur kebutuhan seseorang dalam sehari-hari,” ucap dr Frandy.
Jam tangan dapat mengontrol waktu tidur, istirahat cukup, pengingat jadwal konsumsi obat, kinatometer penghitung banyak getaran yang dialami untuk membantu dan mengontrol penderita parkinson.
Selain penggunaan wearable device, ia juga menjelaskan sedikit mengenai Deep Brain Stimulation (DBS) yang berfungsi untuk mencegah keparahan penderita parkinson. Menurutnya, DBS dilakukan pada tahap awal saat seseorang menderita parkinson agar penyakit tersebut tidak bertambah parah.
“Jika DBS dilakukan pada pasien tingkat lanjut parkinson, terdapat risiko tinggi dalam operasi, kualitas hidup pasien juga sudah menurun (tidak bisa bergerak, tidak bisa menelan),” tambahnya.
Ia juga menjelaskan, ada tiga tujuan DBS antara lain mengurangi komplikasi motorik, mengurangi dosis obat yang dikonsumsi, dan mengatasi tremor.
Pada umumnya, perawatan parkinson memerlukan pendekatan multidisiplin yang melibatkan kerja sama antara dokter, terapis fisik, terapis okupasi, serta tim medis yang komprehensif.
Setiap pasien parkinson memiliki kebutuhan khusus, sehingga penting untuk berkonsultasi dengan dokter yang memiliki spesialisasi pengobatan parkinson untuk menentukan strategi pengobatan terbaik sesuai kondisi dan kebutuhan pasien.(ant/sya/bil/ipg)