Puluhan warga terdampak penertiban di Rusunawa Gunungsari mengancam bakal mendirikan tenda di halaman rusun, Kamis (16/5/2024) malam nanti, karena sampai saat ini belum memiliki tempat untuk tinggal.
Hal itu disampaikan Bayu Kuntoro Mukti salah satu warga terdampak penertiban. Bayu mengaku dipaksa harus angkat kaki dari tempat tinggalnya karena menunggak biaya sewa rusun senilai Rp6 juta selama dua tahun.
“Saya tunggakannya Rp6.720.000 dua tahun,” katanya.
Bayu bersama 43 KK yang ditertibkan di Rusunawa Gunung Sari hari ini sebelumnya juga mengalami hal serupa di permukiman Stren Kali Jagir, Wonokromo, Surabaya pada 2009 silam.
Sesudah penertiban itu, warga yang digusur diberikan uang kerohiman atau dana santunan senilai Rp5 juta per KK, yang digunakan untuk kost/kontrak rumah selama dua tahun (2009 – 2011).
Lalu pada 2011, warga menggelar pertemuan dengan Soekarwo Mantan Gubernur Jatim di periode itu di salah satu hotel kawasan Jalan Diponegoro, Surabaya. Mereka dijanjikan secara lisan oleh Soekarwo untuk diberikan rumah sederhana bersubsidi.
Selama menunggu realisasi pembangunan rumah sederhana bersubsidi, warga gusuran Stren Kali Jagir untuk sementara dititipkan di Rusunawa Gunungsari, Surabaya.
“Pada 2009 kita korban gusuran Stren Kali Jagir. Kita di sini 2011 katanya hanya transit, Soekarwo (gubernur Jatim) yang bilang kita di sini dua tahun katanya kita dipersiapkan perumahan di daerah Semampir tapi nggak terealisasi,” jelasnya.
Namun hingga sekarang, rumah sederhana bersubsisi yang dijanjikan oleh Soekarwo tersebut tidak pernah terealisasi.
Kemudian pada 30 April 2024, 43 KK penghuni Rusunawa Gunungsari mendapatkan Surat Peringatan Pertama (SP-1) dan tagihan pembayaran Rusunawa sebesar berkisar Rp6-8 juta.
“Hari ini teman-teman kan nunggak dua tahun nominalnya Rp6-8 juta. Kita mau nyicil sebenarnya, tapi tidak diperbolehan,” jelasnya.
Bayu melanjutkan. “Transit aja bahasannya tidak membayar. Ada penjelasannya. Boleh transit sampai perekonomian membaik, kalau dua tahun lagi sudah membaik disuruh bayar. Perumahan dijanjikan dua tahun selesai. Sampi 14 tahun ini tidak terealisasi,” imbuhnya.
Bayu mengaku, kini barang-barang dan perabotannya sudah dibawa semua oleh petugas Satpol PP Provinsi Jatim. Ia bersama istri dan dua anaknya kini belum tahu akan tinggal di mana. Oleh sebab itu dia berencana akan mendirikan tenda untuk bermalam di halaman rusun.
“Kita belum koordinasi dengan teman-teman. Saya masang tenda di sini. Anak saya juga nggak sekolah dua hari karena dapat intimidasi terus sama aparat ini. Anak saya kelas 2 SD dan PAUD. 30 KK nanti bikin tenda di sini atau grahadi. Barang-barang saya sudah diangkut ditaruh di Gunung Anyar,” tandasnya. (wld/bil)