Jumat, 22 November 2024

Polling Suara Surabaya: Masyarakat Menilai Perlu Memahami Kurikulum Anak di Sekolah

Laporan oleh Muhammad Syafaruddin
Bagikan
Hasil Wawasan Polling Suara Surabaya Media terkait perlu atau tidak memahami kurikulum anak di sekolah? Foto: Bram suarasurabaya.net

Hari ini 2 Mei diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas). Dilansir dari laman resmi Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Hardiknas merupakan wujud kepedulian pemerintah akan pentingnya pendidikan di Indonesia.

Tema Peringatan Hari Pendidikan Nasional pada tahun ini adalah “Bergerak Bersama, Lanjutkan Merdeka Belajar”.

Sebelumnya, Kemendibudristek menetapkan Kurikulum Merdeka sebagai kurikulum nasional mulai tahun ajaran baru 2024/2025.

Tapi implementasinya tetap bergantung pada kesiapan satuan pendidikan di jenjang pendidikan anak usia dini, pendidikan dasar, hingga pendidikan menengah. Ada masa transisi maksimal tiga tahun ke depan.

Penetapan Kurikulum Merdeka sebagai kurikulum nasional ini mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 12 Tahun 2024 tentang Kurikulum Pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah.

Kurikulum Merdeka disebut pro kepada guru, siswa, dan kreativitas. Secara sederhana, Kurikulum Merdeka adalah kurikulum yang membuat guru dan murid senang belajar.

Menurut Anda, perlu atau tidak memahami kurikulum anak di sekolah?

Dalam diskusi di program Wawasan Polling Suara Surabaya pada Kamis (2/5/2024) pagi, sebagian besar masyarakat merasa perlu untuk memahami kurikulum anak di sekolah.

Dari data Gatekeeper Radio Suara Surabaya, dari total 19 pendengar yang berpartisipasi, 16 di antaranya (84 persen mengatakan perlu untuk memahami kurikulum anak di sekolah. Lalu tiga lainnya (16 persen) merasa tidak perlu.

Sementara itu, dari data di Instagram @suarasurabayamedia, sebanyak 394 votes (83 persen) menyatakan perlu memahami kurikulum anak di sekolah. Sedangkan 82 lainnya (17 persen) merasa tidak perlu.

“Kurikulum Merdeka dan Merdeka Belajar merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk meningkatkan akses pendidikan,” ujar Ubaid Matraji Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) ketika on air di Radio Suara Surabaya, Kamis pagi.

Hanya saja, ia menekankan tentang dampak yang diberikan dalam program Merdeka Belajar ini. Dalam catatannya, Ubaid menyebut belum ada tanda-tanda peningkatan literasi di Indonesia.

“Sampai Desember 2023, skor literasi peserta didik di Indonesia itu masih tidak beranjak dari papan bawah skor terburuk di dunia. Bahkan literasi peserta didik di Indonesia ini paling buruk di Asia Tenggara. Artinya, upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah ternyata belum berdampak pada peningkatan atau perubahan peserta bidik Indonesia,” ungkapnya.

Kedua, sebagai bagian dari layanan dasar, pemerintah punya kewajiban untuk menjamin seluruh anak Indonesia mendapatkan layanan pendidikan.

“Tetapi sampai hari ini kita punya PR besar. Ada jutaan anak Indonesia yang masih tertinggal. Dalam konteks guru, ada jutaan guru honorer yang belum diangkat. Selain itu, masih ada sekitar tiga jutaan anak Indonesia yang tidak bisa bersekolah,” terangnya.

Ubaid juga mengapresiasi pemerintah karena mengeluarkan Permendikbud tentang pencegahan kekerasan di sekolah.

“Catatan kami hingga April 2024, data kekerasan di sekolah belum ada tanda-tanda mengalami penurunan. Jadi meskipun pemerintah sedang mengeluarkan regulasi, tapi tren kekerasan ini terus naik,” ujarnya.

Apa yang disampaikan tersebut, menurut Ubaid, dikarenakan satu faktor utama, yakni kompetensi guru. Ia mengaku kompetensi guru di Indonesia masih buruh. Bahkan di bawah ambang batas minimal.

“Kita bisa bayangkan apa yang bisa dilakukan oleh guru ketika mutunya buruk dan kompetensinya tidak sampai pada batas minimal. Apa yang bisa dilakukan dengan kurikulum? Artinya kurikulum direvisi seperti apa pun, tapi jika guru tidak kompeten, kesejahteraannya sangat memperhatinkan, gajinya di bawah UMR. Alhasil guru tidak fokus mengajar karena harus ada tuntutan ekonomi yang lain,” jabarnya. (saf/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
28o
Kurs