Jumat, 22 November 2024

Studi Sebut Defisiensi Vitamin D Tingkatkan Risiko Anak Terkena Eksim

Laporan oleh Muhammad Syafaruddin
Bagikan
Ilustrasi anak penderita dermatitis atopik Ilustrasi anak penderita dermatitis atopik. Foto: Shutterstock.

Sebuah studi menyebut defisiensi atau kekurangan vitamin D dapat meningkatkan risiko anak terkena penyakit eksim atau yang lebih dikenal dengan dermatitis atopik.

Dilansir Antara, Kamis (25/4/2024), Eksim merupakan sebuah penyakit yang menyebabkan kondisi kulit penderitanya mengalami kemerahan, peradangan, gatal dan iritasi. Meski umumnya dimulai pada masa kanak-kanak, penyakit tersebut juga dapat dialami oleh segala usia.

Sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Organisasi Alergi Dunia (World Allergy Organization) menyebutkan, terdapat korelasi antara kadar vitamin D dengan sensitisasi alergen. Sensitisasi alergen dapat terjadi jika tubuh mengembangkan antibodi lgE terhadap alergen yang tertelan, diserap, atau terhirup.

Sementara itu, para peneliti dari Universitas Chang Gung di Taiwan yang terlibat dalam penelitian mengatakan, studi tersebut juga melihat adanya kemungkinan berkembangnya eksim pada anak-anak.

Menurut mereka kekurangan vitamin D sangat berpengaruh terhadap meningkatnya prevalensi sensitisasi alergen, yang berpotensi meningkatkan kerentanan eksim pada anak usia dini.

Selain itu, diketahui, kekurangan vitamin D menurunkan kekuatan tulang dan meningkatkan risiko patah tulang dan infeksi.

Sementara dalam penelitian ini melibatkan total 222 anak, termasuk mereka yang menderita eksim dan anak-anak sehat dengan usia yang sama tanpa kondisi tersebut atau penyakit alergi lainnya.

Pesertanya terdiri atas tiga kelompok umur yakni enam bulan, dua tahun, dan empat tahun. Di antara anak-anak berusia enam bulan, 59 menderita eksim, dan 36 sehat.

Pada kelompok anak usia dua tahun, 37 anak menderita eksim, 29 anak sehat, sedangkan 32 anak menderita dermatitis atopik, dan 29 anak sehat pada kelompok usia empat tahun.

“Sampel serum seluruh peserta dikumpulkan dan diuji vitamin D, kadar IgE total, dan kadar IgE spesifik alergen. Berdasarkan kadar vitamin D-nya, anak-anak dibagi menjadi tiga kelompok: kelompok yang kurang dari 20 ng/ml, kelompok antara 20 ng/ml hingga 30 ng/ml, dan kelompok yang lebih besar dari 30 ng/ml,” kata mereka.

Kemudian, di antara anak-anak berusia enam bulan dan 4 tahun, anak-anak dengan kadar vitamin D kurang dari 20 ng/ml mempunyai lebih banyak pemberian ASI eksklusif dan atopi ibu dibandingkan anak-anak dengan kadar vitamin D lebih dari 30 ng/ml.

Atopi mengacu pada kecenderungan genetik untuk mengembangkan penyakit alergi termasuk rinitis alergi, asma, dan eksim.

Selanjutnya, anak-anak dengan eksim yang memiliki kadar vitamin D yang lebih rendah pada usia 2 dan 4 tahun. Namun, suplementasi vitamin D lebih banyak ditemukan pada anak-anak penderita eksim pada usia enam bulan dibandingkan dengan anak-anak sehat pada usia yang sama.

Lebih lanjut, para peneliti juga mencatat bahwa sensitivitas alergen makanan lebih tinggi pada anak-anak dengan eksim pada usia 0,5 dan 4 tahun, sedangkan sensitivitas tungau dan IgE lebih tinggi pada usia 2 dan 4 tahun.

“Alergi makanan dan atopi ibu diidentifikasi sebagai faktor risiko terbesar terjadinya eksim pada anak usia 6 bulan. Namun, pada anak usia 2 dan 4 tahun, faktor risiko utamanya adalah kadar vitamin D dan sensitisasi alergi tungau,” ucap peneliti. (ant/sya/iss)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
33o
Kurs