Para ahli memperingatkan kenaikan suhu terkait dengan perubahan iklim menyebabkan lebih banyak penyakit yang ditularkan oleh hewan dan penyakit musiman yang lebih lama seperti halnya flu.
Melansir Antara, Emine Didem Evci Kiraz, ahli dari Fakultas Kedokteran Universitas Adnan Menderes di Aydin, Turki, Jumat (5/4/2024), mengatakan kenaikan suhu dapat menyebabkan peningkatan yang signifikan berbagai risiko yang berdampak pada kesehatan.
Risiko tersebut di antaranya dari efek radiasi ultraviolet matahari, perubahan penyakit terkait kualitas makanan dan air, perantara penyakit menular dan penularannya, penyakit yang berasal dari hewan, dan masalah kesehatan mental.
Kiraz juga menyoroti potensi munculnya penyakit baru, dan menekankan kerentanan kesehatan umat manusia terhadap perubahan iklim.
Kiraz mengatakan suhu tubuh rata-rata manusia berkisar antara 36,1-37,8 derajat Celsius, dengan mekanisme seperti berkeringat dan perpindahan panas untuk mempertahankannya.
Peningkatan suhu memberikan tekanan pada jantung dan pembuluh darah, menyebabkan hilangnya cairan pada jaringan dan sel, serta memengaruhi fungsi ginjal, katanya.
Kiraz memperingatkan keadaan darurat seperti penurunan tekanan darah dan pingsan mendadak karena panas, dan menekankan potensi perkembangan sindrom metabolik dan gangguan keseimbangan organ saat stres.
Ia menambahkan, kehilangan panas dan cairan dalam waktu lama dapat membuat seseorang tidak bisa bergerak dan menyebabkan kematian. Sementara, gelombang panas yang tiba-tiba juga dapat menyebabkan masalah kesehatan mental, kekerasan, dan perilaku tidak aman.
Kiraz menyoroti bahwa suhu sekitar 37 derajat Celsius memberikan lingkungan yang kondusif bagi pertumbuhan bakteri secara cepat, sehingga tubuh lebih rentan terhadap kondisi yang tidak higienis dan meningkatkan risiko penyakit yang ditularkan melalui makanan dan air.
Peristiwa yang disebabkan oleh perubahan iklim seperti banjir dan pemadaman listrik, dapat memperburuk penyakit yang disebabkan oleh air dan makanan, serta meningkatkan kasus keracunan makanan.
Pada hewan yang menularkan penyakit dan infeksi baru akibat perubahan iklim, Kiraz menyebutkan peningkatan penyakit seperti arbovirus, demam berdarah, demam Chikungunya, dan demam berdarah Krimea-Kongo.
Kiraz menekankan pentingnya untuk tidak mengabaikan dampak perubahan iklim terhadap penyakit seperti alergi dan asma.
Ia menyebutkan kejadian polusi udara, banjir, kebakaran hutan, dan badai debu dapat mengubah struktur serbuk sari serta meningkatkan faktor penyebab penyakit. Hal itu meningkatkan frekuensi penyakit seperti asma, rinosinusitis, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), dan infeksi saluran pernapasan akibat musim serbuk sari yang berkepanjangan.(ant/iss)