Ribuan buruh yang tergabung dalam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) menagih janji Soekarwo Gubernur Jawa Timur. Mereka menuntut penurunan disparitas upah di Jatim.
Para buruh berunjuk rasa di depan Gedung Negara Grahadi, Selasa (31/08/2018), menuntut perwujudan janji Gubernur pada peringatan Hari Buruh Internasional 1 Mei 2018 lalu.
Nuruddin Hidayat Wakil Ketua DPW FSPMI Jawa Timur mengatakan, saat ini disparitas upah antara UMK tertinggi dengan terendah di Jatim sudah mencapai angka 137,33 persen.
“UMK tertinggi di Surabaya Rp3.583.312,61, sedangkan UMK terendah di Magetan Rp1.509.816,12. Selisihnya mencapai Rp2.073.496,49 atau sebesar 137,33 persen,” katanya.
Dia juga mengatakan, disparitas yang menurutnya tidak masuk akal, juga terjadi di kabupaten/kota yang berdekatan. Contohnya, Kabupaten Pasuruan dengan Kota Pasuruan.
UMK di Kabupaten Pasuruan sebesar Rp3.574.486,72, sedangkan UMK Kota Pasuruan hanya Rp2.067.612,56. Selisihnya mencapai Rp1.506.874,16 atau sebesar 72,88 persen.
Disparitas yang sama juga terjadi antara Kabupaten Mojokerto dengan UMK Rp3.565.660,82 dan Kota Mojokerto yang hanya Rp1.886.387,56 atau selisih 89,02 persen.
“Padahal keempat daerah ini secara geografis berdekatan, dan hanya berbatasan dengan jalan raya. Tapi upah minimum buruhnya jauh berbeda,” ujar pria yang biasa dipanggil Udin.
FSPMI menilai, disparitas upah yang berdampak pada kesenjangan sosial di Jawa Timur ini akibat kebijakan pengupahan Pemerintah Pusat berupa PP 78/2015 tentang Pengupahan.
Dengan adanya peraturan pemerintah itu, penetapan besaran Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) berdasarkan rumus pertumbuhan ekonomi nasional ditambah inflasi nasional.
Karena kenaikan upah berdasarkan persentase pertumbuhan ekonomi nasional yang sama untuk Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia, maka setiap tahun disparitas upah minimum Kabupaten/Kota akan semakin tinggi.
“Karenanya kami menuntut pemerintah pusat mencabut PP 78/2015, merevisi Permenaker 13/2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak dari 60 (enam puluh) item KHL menjadi 84 (delapan puluh empat) item serta meningkatkan kualitasnya,” ujarnya.
Selain menagih janji Pakde Karwo soal Disparitas, FSPMI juga menagih pelaksanaan rekomendasi Tim 12, berisi perwakilan serikat buruh yang dibentuk oleh Gubernur Jatim.
Menurut Udin, Tim 12 telah melaksanakan tugas yang diberikan Gubernur dan telah mengeluarkan rekomendasi untuk mengatasi beberapa persoalan.
Beberapa persoalan itu di antaranya penguatan dan perbaikan pelaksanaan Jaminan Sosial di Jawa Timur, pelaksanaan Perda Jatim 8/2016 tentang Penyelenggaraan Ketenagakerjaan, penertiban sistem hubungan kerja kontrak (PKWT) dan outsourcing, serta pembentukan Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS).
“Aksi demonstrasi ini juga ditujukan untuk mengawal dan memastikan agar rekomendasi Tim 12 benar-benar diimplementasikan oleh Gubernur Soekarwo,” kata Udin.(den/ipg)