Jumat, 22 November 2024

Suasana Sahur di Pulau Bawean, Warga Masih Trauma Guncangan Gempa Susulan

Laporan oleh Wildan Pratama
Bagikan
Masiah salah satu warga yang mengungsi di Tenda Desa Suwari, Kecamatan Sangkapura, Pulau Bawean, Kabupaten Gresik. Ia nampak menenteng air di dalam bak yang diambil dari rumahnya, Selasa (26/3/2024). Foto: Wildan suarasurabaya.net

Aktivitas memasak untuk sahur di tenda pengungsian di Pulau Bawean, Kabupaten Gresik mulai tampak sekitar pukul 03.00 WIB pada Selasa (26/3/2024).

Mereka biasanya baru menyantap makan sahur sekitar pukul 03.30 WIB. Namun sebagian warga juga ada yang pulang ke rumah masing-masing lebih dulu untuk makan sahur. Baru setelahnya mereka kembali ke tenda pengungsian.

Hal itu biasa dilakukan Masiah yang berada di tenda pengungsian Desa Suwari, Kecamatan Sangkapura, Pulau Bawean, Kabupaten Gresik.

Wanita paruh baya itu biasanya pulang lebih dulu ke rumahnya yang hanya berjarak sekitar 150 meter dari tenda pengungsian untuk menyiapkan sahur bersama keluarganya.

Mayoritas warga yang lebih memilih menghabiskan banyak waktu di masa darurat bencana di tenda pengungsian bukan tanpa alasan.

Mereka masih dibayangi rasa trauma akibat gempa berkekuatan magnitudo 6.5 pada Jumat (22/3/2024) sore jelang pukul 16.00 WIB. Gempa ini menyebabkan ratusan rumah rusak ringan berat hingga berat di Pulau Bawean.

Trauma gempa susulan itu tampak nyata dari raut wajah Masiah. Sebab gempa kembali terjadi waktu ia berada di rumah di sela waktu sahur.

“Tadi sempat pulang ke rumah (untuk sahur). Lalu ini ambil air juga. Masih ada gemetar-gemetar tadi. Ya Allah, untung sempat ditarik adik saya untuk segera keluar,” ujar Masiah ketika ditemui di tenda pengungsian.

Suasana di tenda pengungsian Desa Suwari, Pulau Bawean, Kabupaten Gresik. Sebagian warga melanjutkan istirahat setelah sahur, Selasa (26/3/2024). Foto: Wildan suarasurabaya.net

Akibat guncangan gempa pada Jumat kemarin dan gempa susulan yang masih terjadi hingga waktu Selasa dini hari tadi, rumah Masiah mengalami retak.

Meski demikian, dia merasa bersyukur rumahnya tidak mengalami kerusakan parah. Dengan suara lirih, dia menceritakan bagaimana kondisi rumah dan keluarganya di tenda pengungsian.

“Ya Allah sering (guncangan gempa susulan). Suaranya grekk… ini,” katanya menirukan suara reruntuhan.

“Kemarin tiga kali. Terasa saat kami tidur di sini (tenda). Banyak yang mengungsi dengan semua keluarga. Dari orang tua, anak, cucu. Tiap hari di sini. Masak juga kadang-kadang di sini. Itu kompornya saya bawa,” katanya sambil menunjuk kompor.

Masih di lokasi tenda pengungsian Desa Suari, Masiadi pria berusia sekitar 50 tahun itu mengaku guncangan gempa susulan masih dirasakan hampir setiap hari.

“Tadi barusan habis sahur sempat ada (gempa susulan) sebentar,” katanya.

Ia juga menyebut lebih aman bila tinggal di tenda pengungsuan dibanding di rumahnya sendiri, karena gempa susulan yang masih terus ada.

Di tenda pengungsian yang didirikan di lapangan voli itu, belasan warga di sana bisa segera mencari tempat aman bila ada gempa susulan.

“Khawatirnya kalau ada gempa yang besar kayak hari Jumat kemarin itu, agak bahaya kalau masih di dalam rumah. Ya saya berharap bisa segera membaik keadannya,” tuturnya.

Sementara itu menurut informasi dari BMKG, gempa susulan kembali mengguncang wilayah Bawean dan sekitarnya yang tercatat pukul
04.05 WIB Selasa pagi dengan kekuatan magnitudo 4.4 dan kedalaman 6 kilometer, berlokasi 123 kilometer di Timur Laut Tuban.

Kemudian hingga Selasa pagi ini pada pukul 04.25 WIB, hasil analisa BMKG mencatat gempa susulan sudah terjadi sejak 279 kali. (wld/saf/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
32o
Kurs