Pimpinan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menilai pendampingan psikososial menjadi kebutuhan yang mendesak untuk menyembuhkan rasa trauma para warga Kepulauan Bawean, Gresik, Jawa Timur yang menjadi korban gempa bumi.
Abdul Muhari Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB di Jakarta, mengatakan bahwa sebagian besar dari total jumlah korban yang menempati posko pengungsian mengalami rasa trauma dengan apa yang mereka alami.
Data termutakhir dari tim Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Timur total jumlah korban gempa di Bawean ada sebanyak 17.644 orang, yang di antaranya ada 6.277 orang anak-anak, 2.534 orang lanjut usia, dan selebihnya berusia dewasa (17-55 tahun).
“Dari hasil asesmen diketahui bahwa warga mengungsi bukan karena rumah mereka rusak tapi karena faktor trauma gempa susulan,” katanya dilansir Antara, Senin (25/3/2024).
Merujuk catatan Pusat Gempa Bumi dan Tsunami Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), setidaknya pada Jumat (22/3/2024) siang hingga Sabtu (23/3/2024) pagi ada sebanyak 149 kali guncangan gempa. Dua di antaranya rentetan gempa itu memiliki kekuatan 5,9 magnitudo dan 6,4 magnitudo, yang berpusat di 36 kilometer arah barat Pulau Bawean, dan 126 kilometer dari Kota Tuban, Jawa Timur.
Ia pun menyebutkan, selain rentetan gempa susulan yang melanda Bawean, isu adanya tsunami yang sempat mencuat oleh pihak tak bertanggung jawab menjadi penyebab psikologis warga setempat terguncang.
Padahal, hasil analisa BMKG menyatakan gempa itu tidak berpotensi tsunami, dan informasi demikian juga langsung disosialisasikan secara masif ke seluruh masyarakat beberapa saat pasca gempa pertama.
Sebelumnya, Adhy Karyono Penjabat (Pj) Gubernur Jawa Timur mengakui bahwa selain mengirimkan bantuan logistik, pihaknya juga pada Minggu memberangkatkan tim tenaga kesehatan sekaligus tim psikososial untuk mengurangi rasa trauma para korban gempa bumi di Pulau Bawean tersebut.
Hanya saja diakui, perjalanan untuk menuju ke Pulau Bawean terbilang berat karena melintasi laut jawa, sehingga penyaluran semua bantuan untuk korban tergantung dengan kondisi lapangan dan kapal yang disiapkan.
“Sudah kami siapkan, menunggu kapal saja karena perjalanannya agak berat. Jadi akan ada logistik, dapur umum, personel Tagana, kesehatan, dan terakhir adalah tim psikososial,” ucapnya.(ant/man/ipg)