Surplus tenaga perawat di Indonesia masih jadi salah satu hal yang disorot dalam momen peringatan Hari Perawat Nasional yang jatuh setiap 17 Maret.
Menurut data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI, pada tahun 2021 saja sudah ada surplus tenaga perawat mencapai176.470 orang. Diperkirakan angka tersebut akan terus bertambah setiap tahunnya.
Terkait hal ini, Prof. Dr. Nursalam Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Persatuan Perawat Nasional Indonesia (DPW PPNI) Jawa Timur (Jatim) mengatakan ada beberapa faktor dibalik surplus perawat yang diperkirakan terus bertambah itu. Faktor pertama, banyak lulusan keperawatan belum terdistribusi ke daerah-daerah terpencil.
“Jadi apa yang dinyatakan Pak Budi Gunadi Sadikin Menkes (soal surplus perawat) itu ada kebenarnya, dan memang kenapa itu terjadi? Pertama ya mungkin teman-teman (perawat) banyak yang belum terdistribusi di daerah-daerah terpencil yang mungkin memilih (bertugas) di kota-kota,” jelasnya kepada Radio Suara Surabaya, Minggu (17/3/2024).
Dia mengatakan di Indonesia ada sebanyak 333 pendidikan perawatan, yang setiap tahunnya masing-masing menghasilkan 50-100 lulusan. Sehingga, diprediksi ada sekitar 22ribu sampai 30 ribu perawat per tahun yang dinyatakan lulus.
Faktor kedua, lanjtunya, ada keterbatasan dari masing-masing institusi pelayanan kesehatan untuk merekrut para perawat mulai dari kemampuan pembiayaan dan sebagainya.
Sedangkan faktor terakhir, lanjut dia, kurangnya upaya para lulusan keperawatan Tanah Air berkiprah di luar negeri sebagai tenaga migran Indonesia.
“Maka bersama-sama harusnya menjadi kewajiban pemerintah untuk menata bagaimana mereka melakukan suatu regulasi-regulasi, dan juga mendistribusikan lulusan-lulusan ini supaya tidak ada pasok lulusan yang terlalu banyak,” kata Nursalam.
Ketua DPW PPNI Jatim itu juga mengungkapkan, persoalan lain adalah banyak perawat lulusan pendidikan spesialis yang justru masih ditugaskan di institusi pendidikan, bukan pelayanan.
Karenanya, kata Nursalam, piahknya beberapa waktu lalu sudah berdiskusi dengan pemerintah terkait program magang untuk para perawat, guna meningkatkan keahlian masing-masing.
“Misalnya perawat hemodialisa, perawat critical care, perawat gawat darurat, itu perlu diupdate terus dan harus ada rekognisi (pengakuan). Jangan sampai nanti spesialis seorang ahli tapi intensifnya sama, gajinya juga sama (dengan non spesialis), jadi penghargaan itu secara rasa juga perlu dipikirkan oleh berbagai pihak,” jelasnya.
Tapi, diakui Nursalam sampai saat ini masih belum ada implementasi dari program-program yang sudah didiskusikan dengan pemerintah melalui Kemenkes tersebut.
Meski demikian, Nursalam tetap mengajak para perawat khususnya yang ada di Jawa Timur yang jumlahnya ada 120 ribu orang, supaya tetap bersemangat dan saling bersinergi sesuai tema Hari Perawat Nasional tahun ini. Para perawat harus terus beradaptasi dengan segala regulasi yang baru, berintegrasi, tangguh dan tidak cengeng.
“Meskipun maaf, segala wewenang daripada organisasi PPNI ini banyak yang diambil alih oleh pemerintah semuanya, tapi tetap yakinlah bahwa kita mengawal kode etik keperawatan, mengawal kompetensi perawatan, mengawal bagaimana pendidikan berkelanjutan, dan juga bagaimana advokasi pada perawat harus kita lakukan,” pungkasnya. (bil/iss)