Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menggelar sidang gugatan praperadilan Budi Said (BS) atau dikenal dengan sebutan crazy rich Surabaya.
Sidang digelar dengan agenda pemeriksaan bukti surat, saksi-saksi, dan keterangan ahli dari para pihak. Persidangan dengan nomor perkara 27/Pid.Pra/2024/PN JKT.SEL itu digelar hari ini, Rabu (13/3/2024).
Sebelumnya, BS melakukan gugatan pra peradilan melalui kuasa hukumnya, masing-masing Hotman Paris Hutapea, Sudiman Sidabuke, Ben Hadjon, Sahat Marulitua Sidabuke, dan Helmi Mubarok, Senin (12/2/2024).
“Tanggal 12 Februari 2024 hari ini, kami sudah resmi mendaftarkan praperadilan di Pengasilan Negeri Jakarta Selatan terhadap Jampidsus, Kejaksaan Agung dengan pemohon adalah Bapak Budi Said,” kata Hotman dalam konferensi pers di kawasan Jakarta Selatan.
Hotman menilai ada kejanggalan dalam proses hukum yang menjerat kliennya. Kata dia, perkara itu bermula saat BS membeli emas di Antam sebesar 7.071 kg (lebih 7 ton) dengan harga Rp3,5 triliun. Pembayaran dilakukan dalam 73 transaksi.
“Dan kalau sesuai dengan diskon dari PT Antam Surabaya harusnya BS dapat 7 ton 71 kg, itu kalau harga diskon. Tapi sampai sekarang yang diserahkan ke BS hanya 5,9 ton. Ada kekuarangan seberat 1.136 kg. Sehingga ada kekurangan yang belum diserahkan,” jelasnya.
Selanjutnya, menurut Hotman, kliennya mendapat gugatan wanprestasi dari PT Antam. Atas dasar itu, BS melayangkan gugatan perdata agar PT Antam memberikan sisa emas yang dibelinya sebesar 1 ton lebih itu.
Hotman mengklaim, kliennya selalu menang dalam gugatan perdata itu hingga ditingkat kasasi di Mahkamah Agung (MA).
“Bahkan sudah keluar perintah eksepsi dari PN Surabaya agar PT Antam menyerahkan, tapi tidak diserahkan. Kemudian BS telah laporkan 3 pegawai dan 1 broker dari PT Antam karena dianggap melakukan penipuan dan divonis bersalah,” ucap Hotman.
“Pada saat mau eksekusi putusan MA perdata itu tiba-tiba mulailah panggilan dari Kejagung pada awal Januari dan panggilannya itu sebagai saksi atas dugaan perbuatan merugikan negara atas 1.136 kg emas yang tadi belum diserahkan,” imbuhnya
Sementara, Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus Kejagung), menetapkan Budi Said pengusaha asal Surabaya sebagai tersangka kasus pemufakatan jahat transaksi jual beli emas ANTAM.
Budi yang dikenal dengan julukan crazy rich Surabaya jadi tersangka usai menjalani pemeriksaan di Gedung Bundar (Jampidsus) Jakarta, Kamis (18/1/2024). Untuk kepentingan penyidikan, Budi langsung ditahan di Rutan Salemba cabang Kejagung.
“Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan secara intensif hari ini, status yang bersangkutan kami naikkan sebagai tersangka,” kata Agung Kuntadi Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejagung.
Menurut Kuntadi, perkara itu bermula sekitar bulan Maret sampai November 2018, tersangka Budi Said bersama-sama sejumlah oknum berinisial EA, AP, EKA dan MD terindikasi melakukan pemufakatan jahat, merekayasa transaksi jual beli emas.
“Beberapa di antara sejumlah nama tadi merupakan oknum Pegawai PT ANTAM,” sebutnya.
Rekayasa transaksi jual beli emas yang dilakukan tersangka dan beberapa oknum tersebut, lanjut Kuntadi, dengan cara menetapkan harga jual di bawah harga yang ditetapkan PT ANTAM, dengan dalih seolah-olah ada program diskon.
“Padahal, saat itu PT ANTAM tidak ada diskon)” tegas Kuntadi.
Untuk menutupi transaksi ilegal tersebut, tersangka dan para oknum menggunakan pola transaksi di luar mekanisme yang ditetapkan PT ANTAM.
Gara-gara itu, PT ANTAM tidak bisa mengontrol jumlah logam mulia dan jumlah uang transaksi. Imbasnya, jumlah uang yang diberikan tersangka dan logam mulia yang diserahkan ada selisih dengan jumlah signifikan.
“Akibat adanya selisih tersebut guna menutupinya, para pelaku membuat surat diduga palsu yang pada pokoknya seolah-seolah benar transaksi itu sudah dilakukan dan benar PT ANTAM ada kekurangan menyerahkan logam mulia,” paparnya.
Dengan adanya pemufakan jahat tersangka dan sejumlah orang, PT ANTAM mengalami kerugian sebanyak 1,136 ton logam mulia atau senilai Rp1,1 triliun.
“Tersangka diduga melanggar Pasal 2 ayat (1), dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-undang Tipikor, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” tegas Kuntadi. (faz/iss)