Perayaan hari besar keagamaan di Indonesia pasti memiliki unsur budaya yang berbeda-beda, salah satunya Ramadan. Ramadan menjadi bulan yang istimewa bagi umat Islam karena memiliki makna sebagai bulan yang penuh keberkahan.
Dalam menyambut bulan Ramadan 1445 Hijriah seperti saat ini, setiap daerah di Indonesia biasanya memiliki tradisinya yang berbeda-beda. Salah satunya masyarakat Jawa yang menggelar tradisi megengan menjelang Ramadan.
Apa Itu Tradisi Megengan?
Melansir berbagai sumber, kata megengan diambil dari bahasa Jawa yang berarti menahan. Acara ini digelar untuk mengingatkan masyarakat akan datangnya bulan Ramadan.
Megengan merupakan alkuturasi budaya Jawa dan budaya Islam yang dilakukan Wali Songo, saat menyebarkan ajaran Islam di Jawa dan memiliki tujuan agar Islam dapat diterima oleh masyarakat.
Megengan pertama kali digelar pada kepemimpinan Kerajaan Demak sekitar tahun 1.500 M. Hal tersebut menjadi bukti nyata tradisi megengan merupakan akulturasi antara budaya Jawa dan Islam.
Megengan masih menjadi tradisi yang eksis dan rutin dilakukan masyarakat Jawa. Tradisi ini dilaksanakan setiap menjelang bulan Ramadan. Uniknya, tak hanya masyarakat Islam saja, non Muslim juga boleh mengikuti tradisi ini.
Megengan juga menjadi suatu pengingat bahwa bulan Ramadan akan segera tiba, yang mana umat Islam akan menjalankan ibadah puasa sebulan penuh. Selama menjalankan ibadah puasa wajib megeng atau menahan hawa nafsu.
Tradisi megengan dilakukan dalam beberapa kegiatan. Misalnya saja berdoa di masjid, membuat kue khas megengan, ater-ater (berkirim makanan), pisang, tumpeng, urap-urap, dan ayam ingkung. Kegiatan-kegiatan tersebut menjadi ciri khas megengan menjelang Ramadan.
Kapan Megengan Dilakukan?
Tradisi megengan dilaksanakan menjelang bulan Ramadan, tepatnya pada hari terakhir bulan Syakban. Megengan dilaksanakan sebelum melaksanakan puasa wajib Ramadan. Sebelum perayaan Megengan, orang-orang akan datang ke makam untuk berdoa dan menabur bunga yang dikenal dengan nyekar.
Tradisi Megengan dilaksanakan di masjid, mushola, langgar, atau pun dari rumah ke rumah. Masyarakat membawa makanan ke masjid, kemudian dikumpulkan di satu tempat.
Megengan dimulai dengan pembacaan doa dan tahlil dilaksanakan setelah ibadah salat Isya. Setelah membaca doa dan tahlil, acara dilanjutkan dengan pembagian makanan tersebut kepada seluruh masyarakat yang hadir.
Makna Megengan
Tradisi ini merupakan budaya turun-temurun dari nenek moyang yang masih dilestarikan sampai sekarang. Tujuan megengan ialah ucapan rasa syukur kepada Allah SWT karena masih diberi kesempatan menikmati bulan Ramadan yang penuh kebaikan.
Tradisi ini sebagai simbol permohonan maaf hingga penyebaran ajaran Islam. Berikut penjelasannya.
1. Permohonan Maaf
Makna megengan pertama adalah permohonan maaf bagi sesama. Kue apem, sebagai salah satu ciri khas dalam tradisi ini memiliki simbol permohonan maaf untuk sesama manusia. Terutama dalam persiapan memasuki bulan suci Ramadan.
Bulan suci Ramadan dianggap sebagai bulan penuh ampunan. Sehingga masyarakat menilai tradisi megengan sebagai tradisi bersih diri dari segala dosa yang lalu.
2. Saling Berbagi
Makna tradisi megengan kedua adalah saling berbagi antar sesama. Simbol tersebut tampak dari pembuatan nasi berkat yang nantinya akan dibagi kepada masyarakat sekitar. Tradisi ini menjadi kegiatan ungkap rasa syukur karena masih mendapat kesempatan bertemu dengan bulan Ramadan.
3. Media Dakwah
Makna simbol ketiga, megengan diartikan sebagai media dakwah untuk menyebarkan nilai-nilai Islam. Megengan menjadi salah satu model penyebaran agama Islam yang tidak jauh berbeda dengan masa para Wali Songo. Para Wali Songo menyebarkan ajaran Islam dengan mencampurkan unsur kebudayaan. (azw/bil/ipg)