Senin, 25 November 2024

Harga Beras Masih Meroket, Legislator: Menunjukkan Pemerintah Tidak Serius Tangani Masalah Pangan

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Dedi Iskandar Batubara Anggota DPD RI dari Sumatera Utara dalam Dialog Kenegaraan DPD RI yang digelar di Gedung DPD RI (6/3/2024), Foto ; istimewa

Permasalahan lonjakan harga beras yang terjadi akhir-akhir ini serta harga bahan pangan yang terjadi setiap menjelang Ramadan menunjukkan pemerintah tidak tidak serius dalam mengatasi permasalahan pangan Bangsa Indonesia yang dirumuskan melalui kebijakan strategis.

Dalam Dialog Kenegaraan DPD RI yang digelar di Gedung DPD RI (6/3/2024), diketahui bahwa siklus permasalahan pangan, seperti lonjakan harga dan kelangkaan bahan pokok, serta penurunan produktivitas pertanian, selalu terjadi tiap tahunnya, dan pemerintah tidak memiliki kebijakan untuk mengatasi permasalahan yang terus berulang tersebut.

“Daya terawang pemerintah untuk melihat perubahan ke depan semakin tidak tajam, karena peristiwanya berulang dan telah menjadi siklus. Kalau ada kesalahan-kesalahan, ditimpakan ke El Nino. Ke depan pemerintah harus lebih fokus untuk melihat situasi ini, terutama terkait bahan pokok. Kalau kebutuhan bahan pokok itu mesti dan harus (diantisipasi),” ujar Dedi Iskandar Batubara Anggota DPD RI dari Sumatera Utara.

Menurut Dedi, pemerintah terlalu menyerahkan harga bahan pokok ke mekanisme pasar. Sehingga keuntungan kenaikan harga bahan pokok tidak dirasakan petani, tetapi para pelaku perdagangan dan distributor.

“Kalau harga beras naik, harusnya petani sejahtera seiring kenaikan pendapatan. Tapi faktanya, petani kita segitu segitu saja, bahkan pada posisinya masih miskin. Ada yang keliru dari pemerintah yang menyerahkan ke mekanisme pasar yang tidak bisa dikendalikan,” jelasnya.

Hal yang sama juga disampaikan, Luluk Nur Hamidah Anggota Komisi IV DPR RI. Dia menilai, pemerintah seharusnya mengeluarkan kebijakan untuk mewujudkan kedaulatan pangan.

Karena selama ini upaya jelas untuk meningkatkan produktivitas pangan belum sepenuhnya dilakukan dan tidak ada kebijakan yang menunjukkan keberpihakan untuk meningkatkan produktivitas pertanian dalam rangka mewujudkan kedaulatan pangan.

“Jadi saya fokusnya bukan beras beras, karena beras itu hanyalah salah satu hal saja dari sekian banyak isu yang sangat problematik yang terkait dengan tata kelola pangan kita, kemudian juga produksi pangan kita, belum lagi politik pangan anggaran dan lain-lain yang membuat kesimpulan sederhana, ya pemerintah tidak cukup serius,” tegas Luluk.

Permasalahan pangan, lanjut Luluk, oleh pemerintah selalu diatasi melalui kebijakan impor. Pemerintah tidak menempatkan isu kedaulatan pangan sebagai prioritas yang harus segara dilakukan. Hal tersebut terlihat dari alokasi anggaran yang digunakan untuk peningkatan produktivitas pangan. Bahkan konversi lahan pangan terus terjadi sejak Omnibus Law berlaku.

“Yang menarik ini menurut saya berapa sebenarnya uang yang kita gunakan untuk impor, dan kalau uang ini kita pakai untuk insentif para petani kita, cukup nggak sih untuk mendongkrak produktivitas pertanian,” jelasnya.

Dalam kesempatan yang sama Abdullah Puteh Wakil Ketua Komite II DPD RI menilai kebijakan impor yang sering dilakukan menunjukkan kegagalan dalam kebijakan penguatan pangan di Indonesia. Menurutnya, penguatan sektor pangan harus dilakukan secara terpusat, tetapi dilakukan oleh pemerintah daerah karena dinilai lebih mengetahui yang dibutuhkan di daerahnya.

“Rentang kendali masih terlalu jauh. Usul saya, sistem pembangunan pertanian, yang untuk fasilitas pertanian diberikan ke daerah, seperti pupuk, bibit. Ini tidak bisa dilakukan sesaat, harus melalui manajemen modern, saat ini banyak masyarakat yang tidak memiliki akses fasilitas,” ucap Puteh yang juga Senator dari Aceh ini.

Untuk mengatasi permasalahan pangan yang terus terjadi, Puteh mengusulkan agar terdapat kebijakan anggaran yang mendukung penguatan lahan pertanian di daerah. Karena menurutnya daerah memiliki potensi besar dalam menutupi kebutuhan pangan nasional jika dikelola dengan baik sehingga produktivitas pangan di daerah pun meningkat.

“Banyak sekali pembiaran atas permasalahan pertanian kita. Keberpihakan pemerintah pusat ke petani hari ini sangat kurang. Tidak ada kebijakan anggaran yang mendukung para petani. Anggaran di pusat seharusnya dikelola dengan bijak dan dikelola untuk pertanian,” kata dia.(faz/iss)

Berita Terkait

Surabaya
Senin, 25 November 2024
28o
Kurs