Jumat, 22 November 2024

Semangat Kemandirian Petani Penting untuk Menjaga Stabilitas Harga Beras

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Penjual beras di Pasar Tambah Rejo, Surabaya, Selasa (13/2/2024). Foto: Wildan suarasurabaya.net Penjual beras di Pasar Tambah Rejo, Surabaya, Selasa (13/2/2024). Foto: Wildan suarasurabaya.net

Ony Anwar Harsono Ketua Himpunan Kerukunan Tani Jawa Timur memberikan tanggapan soal kenaikan harga beras yang masih terus berlanjut sampai menjelang Bulan Suci Ramadan.

Berdasarkan data, kebutuhan beras per tahunnya untuk 278 juta masyarakat Indonesia sekitar 35-36 juta ton.

Menurut data Penyuluh Pertanian Swadaya (PPS) pada 2023, luas lahan tanam di Indonesia turun menjadi 10,21 juta hektare dalam setahun, atau setara kurang lebih 53 juta ton gabah kering giling (gkg), yang setara 31 juta ton.

Artinya, ada minus kurang lebih 4 juta ton. Sehingga, mengakibatkan suplai demand tidak seimbang dan terjadi kenaikan angka.

Terkait fenomena kenaikan beras, Ony berpendapat berkurangnya produktivitas petani disebabkan beberapa faktor, seperti cuaca dan alokasi pupuk.

Untuk faktor cuaca, el nino yang berkepanjangan membuat petani dalam manajemen air tidak dapat melakukan kegiatan pertanian. Sementara, terkait faktor alokasi pupuk subsidi terus berkurang cukup signifikan.

“Kalau kebutuhan nasional permintaan petani pada tahun ini ada 12,8 juta ton. Sedangkan, pada 2022-2023 hanya ada sekitar 4,7 juta ton. Jadi, masih minus banyak kalau untuk pupuk subsidinya karena subsidi kita masih berbasis anggaran bukan kuota,” ucap Ony Anwar Harsono, dalam program Wawasan Suara Surabaya, Senin (4/3/2024).

Menurutnya, ada mitigasi jangka pendek yang bisa ditawarkan seperti operasi pasar, pasar murah, dan lain sebagainya. Itu bertujuan untuk mengatasi ketahanan pangan dan menurunkan inflasi yang diakibatkan tingginya harga beras.

Lalu, untuk mitigasi menengah bisa dilakukan dengan mengubah narasi ketahanan pangan menjadi kedaulatan pangan. Dengan memberikan wawasan kepada para petani agar mereka dapat melakukan proses pertanian secara mandiri.

Alhamdulillah, di Ngawi proses itu kami jalankan lewat program Kemandirian Pertanian Ramah Lingkungan Berkelanjutan. Jadi yang dulu kami canangkan di 2020 sekitar 3000 hektare, saat ini sudah ada sekitar 8900 hektare pertanian ramah lingkungan berkelanjutan. Walau pupuk subsidi di Ngawi kurang dari kuota yang dimintakan petani, nyatanya mereka dengan semangat bisa membuat pupuk organik sehingga post produksinya rendah. Nah, kalau kebijakan itu bisa dikloning atau direplikasi kepada petani lain dengan intervensi intentifikasi petanian, saya rasa kebutuhan beras kita cukup,” ujar Bupati Ngawi.

Salah satu cara lain yang cukup ampuh untuk menekan inflasi yaitu dengan dana perlindungan sosial dan bantuan sosial (bansos) menjelang Ramadan. Namun, taktik tersebut tidak bisa digunakan pada tahun ini, karena penyebaran bansos sudah dilakukan secara masif menjelang Pemilu, khususnya pada Desember 2023 dan Januari 2024

Ony menilai, penyebaran bansos hanya akan menurunkan daya saing dan semangat juang masyarakat dalam mencapai kemandirian pertanian.

“Kita akhirnya akan menjadi masyarakat yang seolah-olah mewajibkan charity. Dengan bansos hanya akan menjadikan daya saing dan semangat juang semakin rendah. Hal itu kalau diteruskan maka kita tidak akan pernah sampai pada cita-cita kedaulatan pangan. Padahal, sebenarnya masyarakat kita mampu,” tegasnya.

Adanya peran Bulog selaku buffer stock atau penyangga pangan juga sangat berpengaruh. Bupati Ngawi mengatakan, Bulog seharusnya dapat menyerap stock beras dari para petani terlebih dahulu sebelum menerima subsidi dari pemerintah. Sehingga cadangan pangan beras dapat dipastikan.

“Pemerintah bisa mensubsidi Bulog ketika syarat dan ketentuan berlaku, ini fair, misalnya yang masuk ke Bulog bagi petani yang tidak menggunakan subsidi pupuk, dalam arti petani yang ramah lingkungan dan mandiri, ini wajib dibeli oleh Bulog. Harga berapa pun dibeli Bulog dulu. Sehingga, cadangan beras kita dapat dipastikan,” bebernya.

Pada kesempatan yang sama, Iwan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jawa Timur (Jatim) mengatakan, upaya yang dilakukan Disperindag dalam menjaga daya harga di Jatim antara lain dengan berkolaborasi bersama Satgas Pangan dan Mabes Polri untuk terjun langsung ke beberapa pasar.

Selain itu, pihaknya juga melakukan operasi pasar di seluruh pasar daerah Jatim dengan menyesuaikan anggaran yang ada. Disperindag juga telah melakukan sinergi dengan instansi terkait untuk melaksanakan pasar murah di Jatim demi membantu masyarakat memperoleh kebutuhan pokok dan stabilitas harga.

Iwan menambahkan, terkait daya beli masyarakat dari data yang didapatkan, harga gabah kering di tingkat petani sudah mencapai angka Rp7.300-Rp7.400. Sehingga harga evaluasi penawaan (HEP) beras medium dipatok Rp10.900.

Hal tersebut menyebabkan cukup berat untuk mengembalikan harga beras ke angka normal dalam waktu dekat.

“Mengembalikan ke tingkat normal kami perlu perjuangan berat. Namun, kami targetkan Ramadan setidaknya ada penurunan dan tidak melebihi harga yang ada saat ini,” tutupnya.(azw/rid)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
34o
Kurs