Jumat, 22 November 2024

Bappebti Kaji Ulang Pajak Kripto Guna Kurangi Biaya Investor

Laporan oleh Muhammad Syafaruddin
Bagikan
Ilustrasi. Mata uang kripto. Foto: Pixabay Ilustrasi. Mata uang kripto. Foto: Pixabay

Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) berencana untuk mengevaluasi penerapan pajak kripto agar para investor hanya menanggung setengah dari total pajak yang dikenakan saat ini sehingga semakin banyak investor yang tertarik terhadap pasar kripto Indonesia.

“Memang perlu diadakan evaluasi dan pertimbangan kembali atas pengenaan pajak ini. Harapannya, dari total pajak yang dikenakan saat ini, investor kripto bisa dikenakan setengahnya saja,” kata Tirta Karma Senjaya Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Perdagangan Berjangka Komoditi Bappebti.

Dilansir Antara pada Sabtu (2/3/2024), Tirta menyebut upaya tersebut diperlukan untuk menjaga peluang pertumbuhan pasar kripto domestik yang baru berkembang dalam beberapa tahun terakhir, mengingat regulasi pajak yang kini berlaku meningkatkan biaya yang harus dikeluarkan oleh investor.

Ia juga menyatakan bahwa pengenaan pajak terhadap sektor kripto perlu dievaluasi dan dipertimbangkan kembali oleh semua pemangku kepentingan, termasuk Bappebti, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, asosiasi, serta para pelaku pasar, agar nominal pajak yang diterapkan sesuai dengan harapan semua pihak.

Tirta menjelaskan bahwa pajak yang diperoleh dari transaksi kripto telah mampu menambah pendapatan negara sekitar Rp259 miliar dan berkontribusi lebih dari 50 persen terhadap pendapatan industri fintech.

Asih Kerniangsih Direktur Eksekutif Asparkrindo mengatakan, banyaknya pajak yang dikenakan terhadap pelaku pasar kripto di Indonesia membuat mereka memilih untuk beralih bertransaksi di pasar luar negeri.

“Oleh karena itu, perlu penyesuaian untuk mencegah hal tersebut karena dapat berdampak pada daya saing exchange crypto dalam negeri. Terlebih aset kripto akan menjadi salah satu bagian dari sektor keuangan,” katanya.

Oscar Darmawan CEO Indodax menuturkan, bahwa kini terdapat berbagai jenis pajak aset kripto yang diterapkan di Indonesia, termasuk Pajak Penghasilan (PPh) sebesar 0.10 persen, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 0.11 persen, serta tambahan 0.02 persen untuk biaya bursa, deposito, dan kliring.

“Terlebih lagi, jika bertransaksi menggunakan stablecoin seperti USDT, akan dikenakan penggandaan pajak. Banyaknya jenis pajak yang dikenakan, membuat jumlah total pajak yang harus dibayarkan oleh investor menjadi mahal dan berpotensi dapat mematikan industri kripto di Indonesia,” ujarnya.

Ia menilai bahwa untuk meningkatkan daya saing pasar kripto dalam negeri, pengenaan PPN perlu dihapuskan sehingga aset kripto hanya dikenai PPh.

“Karena dalam waktu dekat industri kripto dari Bappebti akan dialihkan ke OJK, artinya kripto akan menjadi bagian dari industri keuangan. Maka dari itu, tidak tepat jika masih dikenakan PPN dan diharapkan pajaknya bisa menjadi 0,1 persen,” katanya. (ant/dan/saf/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
28o
Kurs