Jumat, 22 November 2024

Mantan Komisioner KPK Surati Kapolri untuk Tahan Firli Bahuri

Laporan oleh M. Hamim Arifin
Bagikan
Mantan Komisioner KPK yang bersama Koalisi Masyarakat Sipil memberikan keterangan kepada wartawan usai menyerahkan surat permohonan untuk penahanan terhadap Firli Bahuri di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (1/3/2024). Foto: Antara Mantan Komisioner KPK yang bersama Koalisi Masyarakat Sipil memberikan keterangan kepada wartawan usai menyerahkan surat permohonan untuk penahanan terhadap Firli Bahuri di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (1/3/2024). Foto: Antara

Sejumlah mantan Komisioner KPK yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil menyurati Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) untuk melakukan penahanan terhadap Firli Bahuri, tersangka kasus dugaan tindak pidana pemerasan terhadap Syahrul Yasin Limpo mantan Menteri Pertanian.

Desakan ini disampaikan oleh sejumlah mantan Komisioner KPK, seperti Abraham Samad, Muhamamd Jasin dan Saut Sitomorang yang datang ke Mabes Polri, Jakarta, Jumat (1/3/2024), untuk melayangkan surat permintaan permohonan agar dilakukan penahanan terhadap Firli Bahuri.

“Kalau enggak salah, hari ini memasuki hari ke-100 setelah ditetapkannya Firli jadi tersangka,” ujar Abraham Samad seperti dilansir Antara.

Ia mengatakan pihaknya mengamati penanganan perkara Firli Bahuri terkesan jalan di tempat karena tidak ada progres yang menunjukkan kemajuan yang siginifikan salah satunya penahanan terhadap tersangka.

Menurut dia, sudah seharusnya Firli Bahuri ditahan dikarenakan tindak pidana yang dilakukan memenuhi syarat untuk dilakukan penahanan, termasuk ancaman hukumannya yang lebih di atas lima tahun.

“Pasal-pasal yang dilakukan Firli itu sudah memenuhi syarat untuk dilakukan penahanan,” jelasnya.

Tidak hanya itu, lanjut Samad, pihaknya mengkhawatirkan perkara ini menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum di Tanah Air. Karena, dalam banyak kasus hukum melibatkan masyarakat sipil yang disidik kepolisian terkesan cepat-cepat untuk ditahan. Namun, di kasus Firli Bahuri tidak ditahan.

“Kalau kita berkaca dari azas hukum equality before the law maka menjadi keharusan Firli ditahan. Kenapa? Agar masyarakat melihat bahwa equality before the law itu memang diterapkan. Semua orang sama kedudukannya di depan hukum,” tuturnya.

Selain itu, kata Samad, kejahatan yang dilakukan oleh Firli di dalam Undang-Undang KPK masuk kategori kejahatan korupsi level tinggi, yakni pasal pemerasan. Sehingga, bila tersangka tidak ditahan bisa menimbulkan dampak sosial.

Lebih lanjut, ia juga mengatakan bahwa kasus yang sudah berjalan lama maka setidaknya penyidik melakukan penahanan agar mencegah tersangka bisa melakukan hambatan-hambatan atau bisa seketika mempengaruhi proses jalannya persidangan.

“Itulah kekhawatiran kami,” ucapnya.

Sementara itu, Muhammadi Jasin menambahkan, dirinya sebagai saksi ahli yang dimintai keterangan bersama Saut Situmorang sudah menyampaikan kepada penyidik bahwa Firli Bahuri layak ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini.

Jasin juga membeberkan, berdasarkan pasal yang disangkakan kepada Firli, yakni Pasal 12 e dengan ancaman hukuman lima tahun digandengkan dengan Pasal 12B yakni gratifikasi dengan ancaman hukum bisa 20 tahun. Maka sudah selayaknya dilakukan penahan untuk menjaga keamanan agar tidak mengulangi perbuatan atau menghilangkan barang bukti yang penting, atau melarikan diri.

“Ini yang menjadikan triger kami bersama-sama dengan yang hadir di sini semuanya untuk segera mendorong Kapolri melakukan penahanan terhadap Filri Bahuri,” bebernya.

Saut Situmorang mengungkapkan apa yang dilakukan oleh Firli Bahuri selama bekerja di KPK mulai dari deputi hingga menjadi pimpinan, semua bermasalah. Bila dilihat dari hukum yang harus adil, bermanfaat dan pasti. Maka, apa yang berlaku terhadap Firli saat ini, kata dia, tidak adil.

“Oleh sebab itu, kami datang ke sini untuk kepastian hukum, untuk kebermanfaatan hukum dan keadilannya, kepastiannya,” ungkapnya.

Julius Ibrani Anggota Koalisi Masyarakat Sipil dari Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) menyampaikan, ada keharusan dalam penanganan kasus Firli Bahuri untuk segera disidangkan guna menentukan siapa yang bersalah. Karena, kasus tersebut tidak berdiri sendiri, tetapi ada juga kasus korupsi yang melibatkan Syahrul Yasin Limpo (SYL).

“Sebagai pejabat KPK, ketua KPK pada saat diduga melakukan pemerasan itu, dibalik pemerasan ada juga Pasal 12B gratifikasi nya. Jadi ini kasus yang sistematik dan struktural dan Pasal 36 jadi ini bukan satu pasal saja bukan satu dugaan tindak pidana, dia struktural sistemik penting,” katanya.

Menurutnya, ketika terjadi perlambatan proses penanganan perkara, maka yang dilanggar oleh penyidik adalah profesionalitasnya dalam memeriksa perkara. Selain itu, perlambatan penanganan kasus berpotensi kepolisian menghadapi gugatan praperadilan.

Oleh karena itu, lanjut dia, Koalisi Masyarakat Sipil juga meminta Kapolri untuk memonitor langsung, mendorong prioritas penanganan agar perkara dimaksud dipercepat segala pengambilan kewenangan termasuk penahanan.

“Karena satu-satunya kewenangan untuk memastikan durasi pemeriksaan adalah penahanan, dalam konteks upaya paksa penahanan penyidik dibatasi waktu dan tidak boleh melampaui batas waktu itu,” pungkasnya.

Mantan penyidik KPK Novel Baswedan juga menyampaikan bahwa langkah ini sebagai bentuk kepedulian terhadap KPK. Sehingga penuntasan perkara Firli Bahuri bisa jadi perkara lainnya yang terkait bisa diusut juga.

“Terkait perkara Firli Bahuri ini saya yakin perbuatannya banyak. Dan kalau yang satu ini belum dituntaskan bagaimana bisa mengungkapkan perkara-perkara yang lain, dan tentu dengan dituntaskan jadi bisa menjadi detterent effect terhadap siapapun yang bertugas memberantas korupsi jangan sampai terus berbuat korupsi. Apalagi posisinya di KPK,” tandasnya. (ant/ike/ham)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
29o
Kurs