Kaukus Masyarakat Peduli Kesehatan Jiwa (Keswa) yang melakukan studi observasi kesehatan jiwa selama Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 menunjukkan hasil bahwa ada peningkatan kecemasan dan depresi di masyarakat.
Dokter Ray Wagiu Basrowi Ketua Tim Peneliti dan Inisiator Kaukus mengatakan, dari penelitian itu, prevalensi kecemasan sedang-berat berada di angka 16 persen dan depresi sebesar 17,1 persen.
“Temuan prevalensi kecemasan dan depresi ini lebih tinggi dibanding data hasil Riskesdas 2018 dan Direktorat Keswa Kemenkes 2022,” katanya dalam keterangan yang diterima, Jumat (1/3/2024).
Ia mengatakan, data penelitiannya sebelum Pemilu menunjukkan angka depresi sedang-berat 6 persen dan gangguan emosi termasuk ansietas sedang dan berat 9,8 persen.
“Jadi terlihat memang meningkat bila dibandingkan temuan kami yang dilakukan tepat sesaat setelah hari pencoblosan, yaitu antara 14 hingga 16 Februari 2024. Dan terlihat bahwa risikonya pun semua terkait dengan persepsi kesehatan jiwa yang berhubungan dengan proses partisipasi Pemilu,” kata perempuan yang juga ketua Collaborative Center (HCC) tersebut.
Sementara itu, Nila F. Moeloek inisiator kaukus mengatakan bahwa temuan tersebut perlunya intervensi dan mitigasi khusus di masyarakat, agar bisa mengatasi kecemasan dan depresi.
“Karena kita ketahui ansietas dan depresi ini adalah pintu masuk untuk gangguan jiwa serius bahkan bisa fatal, jadi harus dicegah,” kata perempuan yang pernah menjabat sebagai Menteri Kesehatan (Menkes) RI 2014-2019 tersebut.
Selain itu, penelitian tersebut juga menemukan adanya konflik diri, konflik external dan tekanan pihak lain dalam membuat pilihan.
Aspek konflik dengan pihak lain terbutki berpotensi menimbulkan depresi sedang-berat pada 31,3 persen responden dengan tingkat risiko 2,5 kali lipat. Sementara 4 dari 10 responden mengaku mendapat tekanan ketika harus memilih calon tertentu akibatnya berisiko depresi sedang-berat hingga 3,3 kali lebih besar.
Studi juga menemukan, sebanyak 40 persen responden mengalami depresi sedang-berat akibat tekanan dalam memilih calon tertentu dengan tingkat risiko hingga 3,3 kali lipat.
Oleh karena itu, pihaknya merekomendasikan agar pemerintah dan segenap komponen masyarakat bisa menjadikan suasana komunitas untuk tidak berlarut-larut membahas aspek konflik dan perbedaan politik setelah pemilu.
Pihaknya juga merekomendasikan adanya penguatan akses pelayanan kesehatan jiwa di tingkat komunitas dan layanan primer, termasuk membuka potensi konseling di puskesmas.
Ia menjelaskan, survei hubungan kesehatan jiwa dengan Pemilu 2024 itu menggunakan metode observasional kuantitatif dengan design cross sectional melalui kuesioner online. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner GAD-7 dan PHQ-9 untuk mengukur status kesehatan jiwa. Kuesioner dilengkapi dengan modifikasi peneliti untuk mengukur persepsi tentang Pemilu dan status demografi.
Jumlah responden dalam penelitian tersebut sebesar 1077. Sementara tingkat kepercayaan sebesar 95 persen dan margin off error 2 persen. (ris/ham)