Jumat, 22 November 2024

Israel Rencanakan Evakuasi Pengungsi Rafah ke Wilayah Lain

Laporan oleh Billy Patoppoi
Bagikan
Warga Palestina yang mengungsi karena serangan Israel, berlindung di sebuah kamp tenda, di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan kelompok Hamas, di perbatasan dengan Mesir, di Rafah, Jalur Gaza selatan, Kamis (8/2/2024). Foto: Reuters Warga Palestina yang mengungsi karena serangan Israel, berlindung di sebuah kamp tenda, di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan kelompok Hamas, di perbatasan dengan Mesir, di Rafah, Jalur Gaza selatan, Kamis (8/2/2024). Foto: Reuters

Lebih dari satu juta warga Palestina terjebak di dalam Rafah dan area sekitarnya, menunggu Israel untuk mengevakuasi mereka ke tempat lain dan melancarkan serangan darat terhadap para pejuang Hamas di kota Gaza Selatan itu.

Lembaga-lembaga bantuan sebelumnya memperingatkan bahwa sejumlah besar warga sipil dapat terbunuh dalam serangan Israel tersebut. Selain itu, Badan Pengungsi Palestina PBB (UNRWA) mengatakan bahwa mereka tidak tahu berapa lama mereka dapat bekerja dalam operasi yang berisiko tinggi

“Ada rasa cemas dan kepanikan yang meningkat di Rafah. Orang-orang tidak tahu ke mana harus pergi,” kata Philippe Lazzarini Kepala UNRWA seperti dilansir Reuters, Sabtu (10/2/2024).

Benjamin Netanyahu Perdana Menteri Israel sebelumnya pada, Jumat (9/2/2024), mengumumkan telah memerintahkan militernya untuk mengembangkan sebuah rencana mengevakuasi penduduk Palestina di Rafah, dan menghancurkan empat batalion Hamas yang katanya ditempatkan di kawasan tersebut.

Netanyahu mengatakan, Israel tidak dapat mencapai tujuannya untuk menghabisi para militan Islamis yang menguasai Gaza selama unit-unit tersebut masih ada.

Pernyataan tersebut dikeluarkan dua hari setelah Netanyahu menolak proposal gencatan senjata Hamas, membuka lembaran baru yang mencakup pembebasan sandera yang ditahan oleh militan Palestina, tanpa memberikan rincian lebih lanjut.

Amerika Serikat, pendukung utama Israel, mengatakan bahwa mereka tidak akan mendukung serangan yang tidak melindungi warga sipil, dan telah memberikan pengarahan kepada Israel mengenai memorandum keamanan nasional AS yang baru, untuk mengingatkan negara-negara yang menerima persenjataan dari AS agar mematuhi hukum internasional.

“Tidak ada standar baru dalam memo ini. Kami tidak memberlakukan standar baru untuk bantuan militer,” kata Karine Jean-Pierre sekretaris pers Gedung Putih kepada para wartawan.

“Mereka (Israel) menegaskan kembali kesediaan mereka untuk memberikan jaminan semacam ini,” sambungnya.

Lebih dari satu juta warga Palestina terdesak ke arah selatan akibat pengeboman yang dilancarkan Israel selama lebih dari empat bulan memadati Rafah dan daerah-daerah sekitarnya di daerah kantong pesisir yang berbatasan dengan Mesir, yang telah memperkuat perbatasan, karena khawatir akan terjadi eksodus.

Para dokter dan lembaga-lembaga bantuan berjuang keras untuk memasok kebutuhan dasar kepada warga Palestina yang berlindung di sekitar Rafah. Banyak yang terjebak di pagar perbatasan dengan Mesir dan tinggal di tenda-tenda darurat.

Pasukan Israel telah bergerak ke arah selatan menuju kota tersebut setelah pertama kali menyerbu Gaza utara sebagai tanggapan atas serangan 7 Oktober ke Israel selatan oleh orang-orang bersenjata Hamas.

PBB mengatakan bahwa warga sipil Palestina di Rafah, membuka lembaran baru dan membutuhkan perlindungan. Ditegaskan juga larangan pemindahan paksa secara massal, oleh hukum internasional.

“Tidak ada perang yang dapat diizinkan di sebuah kamp pengungsi raksasa,” kata Jan Egeland, sekretaris jenderal Dewan Pengungsi Norwegia, memperingatkan akan pertumpahan darah jika pasukan Israel bergerak ke Rafah.

Kantor Kepresidenan Palestina mengatakan bahwa rencana Netanyahu tersebut bertujuan untuk menggusur rakyat Palestina dari tanah mereka.

“Mengambil langkah ini mengancam keamanan dan perdamaian di kawasan dan dunia. Ini melewati semua garis merah,” kata Mahmoud Abbas, kepala Otoritas Palestina yang memiliki sebagian kekuasaan di Tepi Barat yang diduduki Israel.

Warga Palestina menunggu untuk menerima makanan yang dimasak oleh dapur amal di tengah kekurangan pasokan makanan, saat konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan kelompok Hamas, di Rafah di Jalur Gaza selatan, Jumat (16/2/2024). Foto: Reuters
Warga Palestina menunggu untuk menerima makanan yang dimasak oleh dapur amal di tengah kekurangan pasokan makanan, saat konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan kelompok Hamas, di Rafah di Jalur Gaza selatan, Jumat (16/2/2024). Foto: Reuters

Seorang pejabat Israel yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan bahwa Israel akan mencoba mengatur agar orang-orang di Rafah, yang sebagian besar mengungsi dari utara, dapat dipindahkan kembali ke utara sebelum terjadi serangan.

Di sisi lain, Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan setidaknya 27.947 warga Palestina telah dikonfirmasi meninggal dalam konflik tersebut, dan 67.459 lainnya terluka. Lebih banyak lagi yang mungkin terkubur di bawah reruntuhan.

Sebelumnya, serangan lintas batas Hamas disebut merengut sekitar 1.200 orang dan menyandera 253 orang Israel dalam serangan 7 Oktober lalu.

Selain itu, menurut data PBB hampir satu dari 10 warga Gaza yang berusia di bawah lima tahun kini mengalami kekurangan gizi akut. Bahkan, badan amal ActionAid juga mengatakan beberapa warga Gaza makan rumput.

“Setiap orang di Gaza sekarang kelaparan, dan orang-orang hanya memiliki 1,5 hingga 2 liter air yang tidak aman per hari untuk memenuhi semua kebutuhan mereka,” katanya. (azw/bil)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
28o
Kurs