Siti Nurdjanah Wakil Ketua Komisi Yudisial (KY) mengatakan kebutuhan hakim ad hoc di Mahkamah Agung (MA) tergolong sangat mendesak.
Alasannya, kata Siti Nurdjanah, proses hukum kasus pelanggaran HAM Berat Paniai di tingkat kasasi mandek akibat belum adanya hakim ad hoc yang mengadili.
“Di MA belum ada hakim ad hoc HAM, padahal dalam undang-undang diatur bahwa perkara HAM harus diurus oleh majelis hakim yang terdiri atas hakim karier dan hakim ad hoc HAM,” kata perempuan yang akrab disapa Nurdjanah tersebut saat membuka diskusi publik bertajuk Rekonstruksi Penguatan Pengadilan HAM Melalui Pengisian Jabatan Hakim Ad Hoc HAM di MA, di Jakarta, yang dilaporkan Antara, Selasa (6/2/2024).
Untuk itu, KY membuka pendaftaran calon hakim ad hoc HAM di MA mulai 30 Januari hingga 22 Februari 2024. Adapun jumlah calon hakim ad hoc HAM di MA sebanyak tiga orang.
Pada seleksi calon hakim ad hoc HAM pada tahun 2022/2023, KY sudah mengajukan nama-nama peserta yang lolos ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Akan tetapi, semuanya ditolak. Hal itu menyebabkan belum dapat mengadili kasus pelanggaran berat HAM.
Padahal, menurut dia, para calon hakim ad hoc HAM yang diajukan sudah sangat kompeten. KY juga telah meminta masukan masyarakat serta Komisi Nasional (Komnas) HAM untuk mendapatkan hakim ad hoc HAM MA dengan kompetensi penuh, baik secara integritas maupun teknis yudisial.
Pada saat itu, Nurdjanah berharap dari tiga nama tersebut, setidaknya satu atau dua orang dapat disetujui DPR sehingga sisanya akan dipenuhi pada seleksi berikutnya. Dengan demikian, MA bisa sedikit lega.
Pada tahun ini, kata dia, membuka kembali pendaftaran hakim ad hoc atas permintaan MA kepada KY untuk mengadakan seleksi.
“Untuk seleksi pada tahun ini, semoga bisa lulus di DPR karena untuk mencari hakim ad hoc ini agak sulit, dari sisi minat saja susah,” ucap dia.(ant/iss/ipg)