Jumat, 22 November 2024

Indef Nilai Pertanian Indonesia Butuh Riset dan Inovasi Bibit Unggul

Laporan oleh Muhammad Syafaruddin
Bagikan
Ilustrasi. Foto dari udara irigasi pertanian di areal pesawahan. Foto: Antara

Esther Sri Astuti Direktur Program Institute For Development of Economics and Finance (Indef) menyampaikan bahwa Indonesia membutuhkan riset dan inovasi dalam menghasilkan bibit pertanian yang unggul.

“Indonesia kurang petugas penyuluh pertanian dan kurang pupuk, kurang sarana prasarana dan teknologi pertanian. Petani juga tidak mendapat bibit unggul. Riset dan inovasi untuk menghasilkan bibit unggul sangat kurang,” kata Esther seperti dilansir Antara, Senin (5/2/2024).

Esther turut menanggapi apa yang disampaikan Airlangga Hartarto Menteri Koordinator Bidang Perekonomian yang menambah anggaran sebesar Rp14 triliun untuk penyediaan pupuk bersubsidi. Bertujuan agar target pengadaan 7,7-7,8 juta ton pupuk bersubsidi tahun ini dapat tercapai.

Esther mengakui bahwa tantangan dalam sektor pertanian mencakup aspek pupuk yang langka, mahal, serta kurangnya bimbingan teknis bagi petani.

“Kenapa nggak dari dulu, petani sudah lama kekurangan pupuk. Harga pupuk mahal dan langka. Mereka menanam juga tanpa bimbingan teknis dari penyuluh pertanian,” ucap Esther.

Menurutnya Indonesia juga membutuhkan petugas penyuluh pertanian dan pasokan pupuk yang lebih banyak. Petani seringkali menanam tanpa panduan teknis yang memadai, dan masalah tersebut mempengaruhi produktivitas mereka.

Di samping itu, kurangnya sarana prasarana dan teknologi pertanian turut menjadi faktor pembatas. “Tidak heran produktivitas petani sangat rendah jika dibandingkan negara tetangga seperti Thailand, Vietnam,” ujarnya.

Dia menyebut Indonesia, yang pernah mencapai swasembada beras pada tahun 1984 dan menjadi eksportir gula, sekarang malah mengimpor berbagai komoditas seperti beras, gula, sayur, dan buah.

Kendati Indonesia memiliki sejarah prestasi di bidang pertanian, terutama pada masa penjajahan Belanda, sekarang terjadi perubahan dinamika.

Esther mengungkapkan keprihatinannya terhadap impor berbagai komoditas pertanian, dan menyayangkan kondisi tersebut terjadi menjelang pemilihan umum.

Ia berharap agar adanya perhatian lebih secara terstruktur dan sistematis baik pada riset, inovasi, dan dukungan teknis untuk memajukan sektor pertanian Indonesia secara berkelanjutan.

“Pemerintah menyediakan pupuk subsidi tahun ini sebanyak 5,2 juta ton, kemudian alokasinya ditambah oleh Bapak Presiden (Joko Widodo) sebanyak 2,5 juta ton, sesuai dengan target pengadaan sebesar 7,7 sampai 7,8 juta ton,” pungkas Airlangga Hartarto.

Penambahan alokasi tersebut dilakukan guna mengatasi kekurangan pupuk bersubsidi yang tahun ini ditargetkan akan diberikan kepada 14,3 juta petani.

Ia menyatakan bahwa Jokowi Presiden telah menyetujui tambahan anggaran sebesar Rp14 triliun dari pagu semula sebesar Rp26 triliun untuk pengadaan 2,5 juta ton tambahan pupuk bersubsidi tersebut.

Airlangga juga mengungkapkan bahwa pihaknya akan meminta Kementerian Pertanian dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk segera merealisasikan bantuan ini.

Sementara itu, untuk mengurangi beban pemerintah atas adanya subsidi dan penambahan anggaran tersebut, Airlangga menambahkan bahwa pihaknya meminta PT Pupuk Indonesia (Persero) untuk ikut membantu menyediakan pupuk dengan harga yang terjangkau bagi masyarakat. (ant/ike/saf/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
28o
Kurs