Satria Unggul Wicaksana Pakar Hukum Universitas Muhammadiyah (UM) Surabaya menyambut baik langkah yang diambil oleh Mahfud MD mundur dari Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam).
“Kenapa kita anggap baik? Karena Prof. Mahfud menghindari apa yang disebut sebagai benturan kepentingan atau conflict of interest,” katanya, Jumat (2/2/2024).
Persoalan benturan kepentingan itu, kata Satria, cukup jarang dibahas. Padahal, sangat implikatif terhadap praktik good government.
“Penyalahgunaan jabatan, penggunaan kekuasan, misalkan anggaran negara untuk kampanye apabila menteri tersebut berada di posisi jabatan publik, tentu ini yang akan menjadi masalah serius,” ujarnya.
Ia mengatakan, pengunduran diri merupakan hal yang wajar diajukan oleh Menteri kepada Presiden. Dan presiden juga memiliki hak prerogatif untuk memutuskan diterima atau tidaknya pengajuan tersebut.
“Soal pengunduran diri Prof. Mahfud, tentu kita harus tarik akar masalahnya, yaitu dikhawatirkan ketidaknetralan Presiden di dalam Pemilu 2024,” ujarnya.
Karena ketidaknetralan pejabat publik dalam Pemilu menjadi masalah tersendiri. Apalagi, lanjut dia, sampai Presiden juga ikut cawe-cawe dalam gelaran pesta demokrasi 2024, akan mematikan demokrasi dan menempatkan Indonesia pada posisi otoritarianisme.
“Ketika kekuasaan itu tidak dikontrol, dan ada pemilu tapi menghilangkan esensi utamanya yaitu iklim demokrasi yang baik dari negara Indonesia. Ini yang tentu harus menjadi pertanyaan bagi kita, bagaimana kemudian Prof. Mahfud ini kita anggap baik,” pungkasnya. (ris/bil/iss)