Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Jawa Timur (Jatim) menyebut, jumlah Janda Usia Sekolah (JUS) di Jatim masih tinggi.
Dari pendataan keluarga Jatim pada tahun 2023 menunjukkan, JUS di bawah usia 15 tahun kurang lebih ada 800-an orang. Sedangkan JUS usia 15 hingga 19 tahun jumlahnya kurang lebih 2900-an orang.
“Mereka menjadi JUS karena terpaksa menikah dini karena kehamilan yang tidak diinginkan. Setelah melahirkan mereka bercerai,” kata Maria Ernawati Kepala Kantor Perwakilan BKKBN Provinsi Jatim saat dikonfirmasi suarasurabaya.net, Rabu (31/1/2024).
Jumlah pernikahan dini di Jatim yang masih tinggi itu, berbanding lurus dengan tingginya angka perceraian. Yang mana, perceraian didominasi oleh usia muda bahkan masih usia sekolah.
Kasus perceraian itu, lanjut Erna, juga terjadi karena mempelai masih usia anak sekolah, sehingga tingkat emosi masih labil atau belum dewasa.
“Kehamilan yang terjadi pada remaja juga sangat berpotensi terjadinya kelahiran stunting,” sebutnya.
Oleh karena itu, Erna mengatakan bahwa masalah JUS di Jatim yang juga berpotensi memperbanyak stunting, masih menjadi Pekerjaan Rumah (PR) serius bagi BKKBN, agar bisa menurunkan angka pernikahan dini dan menghilangkan kasus stunting.
Ia menyebut, pencegahan lahirnya bayi stunting bisa dilakukan dengan tidak melakukan pernikahan di usia sekolah, serta calon ibu harus sehat dan terus memperhatikan asupan gizi selama kehamilan.
Untuk mengatasi itu, ia menyebut BKKBN terus berupaya melalui program strategis, yakni preventif dari hulu untuk percepatan penurunan stunting di Jatim.
Ia mengatakan, BKKBN juga memberikan edukasi tentang kesehatan reproduksi ke sekolah-sekolah di Jatim, serta melakukan deklarasi stop pernikahan dini, agar para pelajar berani mengatakan tidak pada praktik pernikahan dini, dengan menjalani pergaulan sehat dan merencanakan kehidupan mereka untuk masa depan.
“Kami berharap, semua pihak juga bersama-sama untuk menurunkan dan mencegah praktik pernikahan dini,” pungkasnya. (ris/saf/iss)