Hashim Djojohadikusumo Pelindung Presidium Relawan Prabowo Subianto (PRPS) menyatakan, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka pasangan capres-cawapres nomor urut 2 di Pilpres 2024 bakal mendorong terbentuknya Undang-undang Perlindungan Hewan.
Pernyataan itu disampaikan Hashim, dalam diskusi tentang kesejahteraan hewan bersama komunitas pencinta hewan Natha Satwa Nusantara (NSN) dan Jakarta Animal Aid Network (JAAN) Domestic.
Selain diskusi, acara yang digelar pagi hari ini, Sabtu (27/1/2024), di Kantor DPP Partai Gerindra, Jakarta Selatan, juga mengadakan program vaksinasi rabies dan sterilisasi kucing gratis.
Menurut Hashim, saat ini kekerasan hewan masih marak terjadi. Maka dari itu, dibutuhkan undang-undang khusus yang nantinya bisa memberikan hukuman tegas dan efek jera kepada pelakunya.
“Saya yakin pemerintahan baru Prabowo-Gibran, yang Insya Allah jadi terpilih, saya sangat optimistis kekerasan terhadap hewan akan dilarang. Saya sangat optimistis karena Pak Prabowo dan saya dengar juga mas Gibran itu penyayang hewan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Hashim bilang pada tahun 2017 pihaknya mendirikan Pusat Rehabilitasi Harimau Sumatra di Dharmasraya yang hingga kini telah melepasliarkan delapan ekor harimau ke habitat aslinya.
Kemudian, rehabilitasi Orangutan melalui Pusat Suaka Orangutan Arsari (Yayasan Arsari Djojohadikusumo), dan melepasliarkan dua Orangutan dari Sulawesi Utara kembali ke Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.
Adik kandung Prabowo Subianto itu melanjutkan, Bangsa Indonesia adalah bangsa yang beradab. Sehingga, harus berperilaku beradab dan beretika kepada sesama juga kepada hewan.
“Tidak boleh ada kekerasan, sadisme seperti saya lihat tadi di berbagai daerah, tidak boleh ada sadisme perilaku yang biadab. Saya amat yakin kita bisa berhasil dengan Undang-undang Anti Kekerasan kepada Hewan,” tegasnya.
Di forum yang sama, Karin Franken Founder & CEO JAAN Domestic menyebut pihaknya terus menjalankan program edukasi dan mengajarkan masyarakat mengenai empati, rasa menghargai, dan tanggung jawab terhadap hewan.
“Dengan segala upaya yang telah dilakukan, tentunya kami masih sangat
membutuhkan bantuan pemerintah untuk mengendalikan kasus penyiksaan hewan yang terus menerus bertambah dan berkembang. Kami sebagai aktivis hewan menawarkan diri untuk menjadi mitra pemerintah dan bergandengan tangan untuk bersama-sama menanggulangi masalah ini,” kata Karin.
Menurut Karin, Indonesia dikenal sebagai negara yang tidak ramah hewan. Pada 2021, Koalisi Kekejaman
Satwa di Media Sosial (SMACC) menerbitkan laporan yang menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara yang paling banyak mengunggah video kekerasan terhadap hewan dengan 1.569 video.
Sebuah liputan dari media swasta juga mengungkapkan, banyak orang Indonesia membuat dan memasok konten-konten penyiksaan hewan untuk dijual di sejumlah platform internet.
Sementara itu, Davina Veronica Founder & CEO NSN menyebut, kekerasan kepada hewan salah satunya terjadi karena kurangnya perlindungan bagi aktivis penyelamat satwa. Bahkan, tidak jarang aktivis dilaporkan balik oleh warga yang menelantarkan binatang peliharaannya.
“Jika aktivis perlindungan hewan sudah memiliki bukti kekerasan terhadap hewan, tidak mudah juga menindaklanjutinya ke penegak hukum. Tidak jarang juga dilempar ke sana kemari,” ungkapnya.
Devina menambahkan, pihaknya membutuhkan semacam badan yang melindungi satwa seperti Komisi Perlindungan Satwa untuk mengawasi kasus-kasus kekerasan terhadap hewan dan membantu menggerakkan hukum yang berlaku untuk menghukum para pelaku.
“Bahwa penyiksaan dan bentuk kekerasan apa pun terhadap hewan tidak patut untuk ditoleransi,” tandasnya.(rid/iss)