Jumat, 22 November 2024

Dua Bocah Laki-Laki di Surabaya Diduga Jadi Korban Pencabulan oleh Orang Terdekat

Laporan oleh Wildan Pratama
Bagikan
Ilustrasi. Foto: Pixabay Ilustrasi pelecehan seksual. Foto: Pixabay

Dua laki-laki saudara kandung inisial U (8) dan B (13) di Surabaya diduga menjadi korban pencabulan oleh sepupunya sejak tahun 2020. Dugaan kasus ini diutarakan oleh AM (52) ayah kandung korban.

Kasus ini disampaikan AM saat mengadu ke DPRD Kota Surabaya pada Kamis (25/1/2024). Menurut ayah korban, terduga pelaku merupakan seorang laki-laki berusia 20an berinisial EK.

Menurut sang ayah, dugaan pencabulan kepada anaknya yang berinisial B (13) itu kali pertama terjadi di rumah korban, kawasan Karang Asem.

Kemudian hal serupa terjadi pada anak bungsunya inisial U (8) pada 2022. Pada saat itu sang ayah telah pindah rumah ke kawasan Pacar Kembang, Surabaya.

Tak berhenti sampai di situ, pada Desember 2022 kejadian serupa kembali terulang. Terduga pelaku masih orang yang sama, yakni EK sepupu korban.

Menurut AM, korbannya adalah anak bungsunya berinisial U (8). Peristiwa itu terjadi saat terduga pelaku menjemput si bungsu sepulang sekolah. “Di sekolah, dibawa (terduga pelaku) ke kos-kosan depan sekolah,” katanya.

AM (52) bersama anak bungsunya berinisial U (8) saat meminta surat aduan ke DPRD Kota Surabaya, Kamis (25/1/2024). Foto: Wildan suarasurabaya.net

Pria berusia 52 tahun itu juga berupaya membawa kasus yang menimpa anak-anaknya ini ke ranah hukum. Karena belum ada keberlanjutan dan kejelasan kasus, AM meminta surat aduan ke dewan dan menyerahkan ke Komisi D DPRD Kota Surabaya.

Sementara itu, Ida Widayati Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3A-PPKB) Kota Surabaya menyatakan pihaknya pernah menangani dugaan kasus ini.

“Sudah ditangani pada 2021. Kasusnya tahun 2020,” kata Ida.

Ida menyatakan, pihaknya telah melakukan upaya pendampingan dengan memberikan satu konselor kepada masing-masing korban. Namun belum ada keterangan yang menguatkan bila sang anak menjadi korban pencabulan.

Bahkan untuk merunutkan kronologi dugaan pencabulan ini, pihak DP3A Kota Surabaya meminta bantuan kepada lembaga hukum Universitas Airlangga.

“Kita buatkan kronologisnya, kita data lengkap. Akhirnya semuanya paham,” kata Ida.

Supaya keberlanjutan kasus ini ditangani secara lebih pasti, akhirnya pihak DP3A Surabaya membawa kasus ini ke Polrestabes Surabaya. Selama proses pemeriksaan terhadap korban, hasilnya sama, nihil bukti dugaan kasus pencabulan.

“Waktu di-BAP anaknya sendiri didampingi konselor kita, anaknya cerita tidak ada apa-apa. Tidak ada buktinya semua,” jelasnya.

Sementara itu AKP Rina Shanty Dewi Nainggolan Kanit Pelayanan, Perlindungan, dan Anak (PPA) Polrestabes Surabaya menyatakan kasus ini telah SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan) sebanyak tiga kali.

“Yang dilaporkan dulu itu tahun 2020 sudah SP3 karena memang tidak terbuki. Beliau ini memang beberapa kali melaporkan (keponakannya) tiga kali,” katanya.

Rina menyatakan, selama proses pemeriksaan telah dilakukan tes psikologi terhadap semua korban yang juga didampingi DP3A Kota Surabaya.

Hasilnya sama, polisi belum menemukan unsur yang membuktikan pernyataan korban bila mengalami tindakan pencabulan. Bahkan dari tes psikologi hasilnya adalah keterangan berbohong.

“Kejadiannya itu dilaporkan, tapi ketika kami lidik, hal itu tidak terbukti,” jelas Rina. (wld/saf/ham)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
33o
Kurs