Jumat, 22 November 2024

Merasa Dapat Intimidasi, Ayah Korban Dugaan Pemerkosaan oleh Oknum TNI Berharap Kasus Tak Menguap

Laporan oleh Meilita Elaine
Bagikan
Ilustrasi kekerasan seksual pada anak. Foto: Suarasurabaya.net

Siswi SMK di Surabaya yang diduga diperkosa oleh oknum TNI, ayahnya mengaku merasa mendapatkan perilaku intimidasi, selama proses pemberkasan laporan. Meski demikian, ia berharap agar kasus yang menimpa anaknya itu tak menguap dan pelaku dapat hukuman setimpal.

Menurut LSA (57 tahun) ayah korban, dugaan intimidasi itu diterimanya beberapa kali sejak awal mengurus pelaporan ke Polisi Militer Angkatan Laut (Pomal) Lantamal V.

“Senin (setelah kejadian) pas mau pelaporan kan harus lewat jalur pos gitu, kami jalan, ada yang nanya, ikut jalan juga (bertanya) yaopo mas (bagaimana Mas), (saya jawab) yo lanjut Pak (ya lanjut Pak), terus aku berhenti. (Ditanya lagi) sampean wong endi (anda orang mana), (saya jawab) aku Keputran. (Dia bertanya lagi) lho sido dilanjut (lho jadi dilanjut) (saya jawab) sido (jadi) Pak luka bisa sembuh bekasnya gak akan hilang. Dia diam, aku jalan pemberkasan,” bebernya saat ditemui suarasurabaya.net, Rabu (24/1/2024) malam.

LSA merasa, kalau yang dilakukan penanya itu sebagai bentuk intimidasi. Apalagi, pertanyaan serupa dari sejumlah orang yang diduga petugas, juga didengarnya saat mengurus laporan.

“Menurut saya, itu salah satu bentuk intimidasi agar kasus gak dilanjut, versi saya. (Selain itu) yang menurut saya kelihatannya ada (orang bertanya) gini. Itu benar ta diperkosa, suka sama suka, pelecehan, atau pencabulan, ada yang nanya (begitu) bukan penyidik, tapi orang di belakang, kan di situ ada banyak orang ketika saya pemberkasan,” jelasnya lagi.

Dengan adanya sejumlah pertanyaan itu, ia rasa menyudutkannya, seolah kasus perkosaan itu masih diragukan.

“Sekali lagi ada (yang tanya) iku wes disita ta barang bukti (itu sudah disita barang buktinya), penyidik bilang wes (sudah), (orangnya nanya lagi) onok darahe (ada darahnya), (dijawab penyidik) onok (ada). Onok spermae gak (ada spermanya gak), (dijawab penyidik) onok (ada). Nah itu aku gak tahu, (orangnya) hanya ngingatin penyidik, agar gak keliru, tapi menurut saya kok seperti menyepelekan, tapi menurut saya ya,” tuturnya lagi.

Dugaan intimidasi terakhir, lanjutnya, sepulang pengurusan berkas pada Senin malam. LSA mengaku rumahnya didatangi empat orang berperawakan besar, potongan cepak, yang mengaku anggota Pomal.

“Jam 9 didatangi empat orang ngaku dari Polisi Militer tanya RT minta ditunjukkan rumah saya, karena gak ada yang bukain pintu, saya diteepon (orang rumah), saya temui. Intinya dia (orang yang mengaku Pomal) pengin ketemu korban, tapi gak saya izinkan, karena korban trauma lihat orang-orang (berperawakan seperti) ini,” jelasnya lagi.

Sayangnya LSA tak memeriksa kartu identitas penanda empat orang itu, apakah benar anggota Pomal atau bukan. Mereka hanya minta LSA mempertemukan mereka dengan korban.

“Mau ketemu anak karena mau menanyakan kasus ini,” imbuhnya.

Dugaan intimidasi kehadiran empat orang tersebut, kemudian langsung dilaporkan ayah korban ke penyidik pada keesokan harinya, Selasa (23/1/2024).

“Saya bilang penyidik kok ada gini, terus penyidik nanya memangnya ada? Sehingga saya berpikiran orang yang datang bukan orang yang habis (mengurusi) berkas saya. Aku gak paham. Cuma lihat mereka berbadan besar, potongan cepak, salah satunya berseragam rompi Pomal yang sama dengan di Pomal, dia mengatakan Pomal, tapi saya gak minta bukti kartu,” tegasnya.

LSA mengungkapkan kalau kedatangan empat orang itu sebagai dugaan intimidasi yang terakhir dialaminya. Selanjutnya pada Selasa, ia melanjutkan pemberkasan dan dimintai keterangan.

Kemudian pada Rabu hari ini, giliran korban dimintai keterangan. “Jadi hari ini, pelapor, terlapor, atau korban, sudah semua,” tambahnya.

Ia berharap kasus ini segera selesai. LSA juga yakin Pomal akan menangani maksimal kasus yang menimpa anaknya itu.

“(Harapannya) ya, agar kasus ini segera selesai, gak menguap, dan (pelaku) diputus sesuai hukum berlaku. Gitu aja,” tuturnya ulang.

Sementara untuk korban, LSA berharap ada pendampingan trauma dari pemerintah. Pasalnya, korban enggan masuk sekolah karena ada beberapa teman yang mengetahui dan menjadikan kasus itu sebagai perbincangan dalam grup kelas.

“Dia gak mau sekolah, (saya berharap) pendampingan, minimal bukan anaknya saja tapi lingkaran (sekitar) membantu gak menanyakan (korban soal kasus ini), dengan adanya peristiwa malam ini,” tuturnya usai ditelepon korban yang menangis karena mengaku jadi perbincangan teman-teman.

Sementara kronologi kejadian yang ia tahu dari korban, anaknya yang sempat mengikuti pembelajaran di sekolah itu meminta izin untuk keluar mengambil beasiswa dari Pemkot Surabaya melalui bank.

Ia berangkat ke Monumen Kapal Selam karena menunggu rekannya yang juga akan mencairkan beasiswa untuk pergi bersama dari Monkasel ke bank.

Sampai di warung area Monkasel, is bertemu pelaku. Singkat cerita, diajak mengantarkan mengisi saldo e-Money tapi malah ke hotel dan diperkosa.

“Dia (pelaku) minta tolong, karena gak punya rekening, diantar anakku. Terno aku ngisi GoPay (antarkan aku isi GoPay, ucap pelaku). Ketika diantarkan sempat ambil uang di ATM Kedungdoro. Terus ke Indomaret. Perkiraan anak saya (pelaku) ngisi (GoPay). Ternyata nggak, malah beli camilan,” ucapnya menceritakan keterangan anaknya.

LSA menyebut korban sempat berusaha memberi kode ke kasir minimarket dan resepsionis hotel sebelum masuk kamar, tapi tidak ada yang paham kode permintaan tolong korban.

Sampai akhirnya korban berhasil keluar dari kamar karena mengancam pelaku akan melapor polisi. Baru kemudian kasus itu terungkap saat driver online yang memboncengnya mengantar ke petugas Satpol PP berlanjut ke Polsek Sawahan karena korban terus menangis. (lta/bil/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
29o
Kurs