Sabtu, 23 November 2024

Perludem Desak Jokowi Tarik Pernyataan Presiden dan Menteri Boleh Kampanye dan Memihak Paslon Capres-Cawapres

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan

Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) menarik pernyataan bahwa presiden dan menteri boleh berkampanye serta memihak pasangan Calon Presiden (Capres) dan Calon Wakil Presiden (Cawapres).

Pernyataan itu, disampaikan Khoirunnisa Agustyati Direktur Perludem dan Fadli Ramadhanil Manajer Program Perludem, melalui keterangan tertulis di Jakarta, Rabu (24/1/2024).

Perludem mengeluarkan pernyataan sikap atas pernyataan Jokowi bahwa presiden dan menteri boleh berpihak pada Pilpres 2024, sepanjang tidak menggunakan fasilitas negara.

Jokowi juga menyebut bahwa keberpihakan itu terkait hak politik warga negara dan jabatan politik yang dipegang masing-masing pejabat negara.

Khoirunissa mengatakan, pernyataan Jokowi sangat dangkal, dan berpotensi menjadi pembenaran bagi presiden, menteri, dan seluruh pejabat yang ada di bawahnya, untuk aktif berkampanye dan menunjukkan keberpihakannya pada Pemilu 2024.

“Apalagi Presiden Jokowi jelas punya konflik kepentingan langsung dengan pemenangan Pemilu 2024, sebab anak kandungnya, Gibran Rakabuming Raka adalah Calon Wakil Presiden Nomor Urut 2, yang mendampingi Prabowo Subianto,” kata Khoirunissa.

Selain itu, lanjutnya, netralitas aparatur negara adalah salah satu kunci mewujudkan penyelenggaraan pemilu yang jujur, fair, dan demokratis.

Sementara itu, Fadli menyampaikan, pernyataan Jokowi dipastikan hanya merujuk pada ketentuan Pasal 281 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017.

Adapun pasal tersebut menyatakan, Kampanye Pemilu yang mengikutsertakan Presiden, Wakil Presiden, Menteri, Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Wali Kota, dan Wakil Wali Kota harus memenuhi ketentuan, yaitu :
a. Tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan
b. Menjalani cuti di luar tanggungan negara.

Padahal, dalam UU Nomor 7 Tahun 2017, khususnya Pasal 282 UU Nomor 7 Tahun 2017 terdapat larangan kepada pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa untuk membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye.

Dalam konteks ini, Jokowi dan seluruh menterinya jelas adalah pejabat negara sehingga ada batasan bagi presiden dan pejabat negara lain, termasuk menteri untuk tidak melakukan tindakan atau membuat keputusan yang menguntungkan peserta pemilu tertentu, apalagi dilakukan di dalam masa kampanye.

“Jika ada tindakan presiden, apapun itu bentuknya, yang dilakukan tidak dalam keadaan cuti di luar tanggungan negara, tetapi menguntungkan peserta pemilu tertentu, itu jelas adalah pelanggaran pemilu,” kata Fadli.

Hal itu, lanjutnya, juga termasuk tindakan Menteri, yang melakukan tindakan tertentu, yang menguntungkan peserta pemilu tertentu, itu adalah pelanggaran kampanye pemilu, apalagi tindakan itu dilakukan tidak dalam cuti di luar tanggungan negara.

Dia menjelaskan, dalam Pasal 283 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 juga terdapat ketentuan yang mengatur soal pejabat negara yang serta aparatur sipil negara yang dilarang melakukan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan kepada peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah kampanye.

Ketentuan itu berbunyi “Pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri serta aparatur sipil negara lainnya dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye”.

Ketentuan ini jelas ingin memastikan, pejabat negara, apalagi selevel presiden dan Menteri untuk tidak melakukan kegiatan yang mengarah pada keberpihakan pada peserta pemilu tertentu. Bahkan larangan itu diberikan untuk ruang lingkup waktu yang lebih luas, sebelum, selama, dan sesudah kampanye.

Kata Khoirunissa, kerangka hukum di dalam UU Pemilu ingin memastikan semua pejabat negara yang punya akses terhadap program, anggaran, dan fasilitas negara, untuk tidak menyalahgunakan jabatannya dengan menguntungkan peserta pemilu tertentu.

Terkait ketentuan yang diatur dalam UU Pemilu, Perludem mengeluarkan 3 pernyataan sikap, yang ditujukan kepada Jokowi Presiden, pejabat negara, dan Bawaslu selaku pengawas penyelenggaraan Pemilu.

Pertama, Perludem mendesak Jokowi Presiden menarik pernyataan bahwa Presiden dan Menteri boleh berpihak, karena berpotensi menjadi pembenaran untuk pejabat negara dan seluruh aparatur negara untuk menunjukkan keberpihakan politik di dalam penyelenggaraan pemilu.

“Hal ini juga berpotensi membuat proses penyelenggaraan pemilu dipenuhi dengan kecurangan, dan menimbulkan penyelenggaraan pemilu yang tidak fair dan tidak demokratis,” ujar Khoirunissa.

Kedua, Perludem mendesak Bawaslu untuk secara tegas dan bertanggungjawab menyelesaikan dan menindak seluruh bentuk ketidaknetralan dan keberpihakan aparatur negara dan pejabat negara, yang secara terbuka menguntungkan peserta pemilu tertentu.

“Bawaslu harus menindak seluruh tindakan yang diduga memanfaatkan program dan tindakan pemerintah yang menguntungkan peserta pemilu tertentu,” jelas Khoirunissa.

Ketiga, Perludem mendesak kepada seluruh pejabat negara, seluruh aparatur negara untuk menghentikan aktifitas yang mengarah pada keberpihakan, menyalahgunakan program pemerintah yang mengarah kepada dukungan pada peserta pemilu tertentu.(faz/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
27o
Kurs