Eri Cahyadi Wali Kota Surabaya menyebut kebijakan parkir nontunai di seluruh Tepi Jalan Umum (TJU) justru akan menaikkan pendapatan juru parkir (jukir). Ia merespons penolakan paguyuban jukir di Jalan Tunjungan menolak pemasangan barcode QRIS.
“Karena saya melakukan parkir dengan QRIS atau parkir berlangganan ini untuk menaikkan pendapatan mereka (jukir) secara jelas. Jadi kalau (misalnya) dia (jukir dapat) 40 persen di wilayah itu, misalnya pendapatan Rp1 juta, maka dia bisa membawa pulang Rp400.000 per hari,” kata Kota Eri Cahyadi pada Kamis (11/4/2024).
Menurutnya sistem nontunai akan membuat, pendapatan Jukir tidak lagi dipotong pihak lain, akan langsung masuk ke rekening masing-masing.
“Jelas kan, tidak dipotong-potong. Nah, dengan model parkir berlangganan atau non-tunai seperti QRIS atau voucher, saya ingin memastikan satu orang (Jukir) ini dapat berapa. Kalau begini kan jelas, dapat Rp400 ribu, dapat Rp300 ribu. Jadi siapa yang bermain kelihatan nanti,” sambung Eri.
Eri Cahyadi mengaku akan mengajak bermusyawarah kembali paguyuban jukir.
“(Paguyuban menolak) ya tidak apa-apa, Jukir-nya tidak (menolak). Jukir-nya yang jalan, nanti paguyuban kita ajak bicara. Surabaya kan selalu bermusyawarah,” katanya.
Ia berharap, semua pihak memahami kebijakan pembayaran parkir nontunai untuk menyejahterakan Jukir sekaligus mencegah kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui retribusi parkir.
“Yang menentukan kebijakan itu adalah aturan Undang-undang. Ini (lahan parkir) milik pemerintah semua, Jukir mau jalan, ya tidak apa-apa. Sekarang paguyuban, pertanyaan saya ada kepentingan apa (menolak), karena sudah jelas ini buat mensejahterakan juru parkirnya,” tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, Pemkot Surabaya menarget kebijakan pembayaran nontunai melalui QRIS ataupun voucher bisa diterapkan di 1.370 titik parkir TJU se-Kota Surabaya mulai Februari.
Mekanisme pembagian hasil, 60 persen untuk pemerintah, 35 persen untuk juru parkir, dan 5 persen untuk kepala pelataran. (lta/saf/ipg)