Jumat, 22 November 2024

Atasi Kelangkaan Pupuk Subsidi, Petani Diharapkan Pakai Pupuk Organik

Laporan oleh Risky Pratama
Bagikan
Sarmuji Wakil Ketua Komisi VI DPR RI seusai mengikuti Forum Group Discussion (FGD) permasalahan vpupuk dan produktivitas pertanian bersama Negara Institute di Surabaya, pada Rabu (10/1/2024). Foto: Risky suarasurabaya.net

Sarmuji Wakil Ketua Komisi VI DPR RI mengatakan, tranformasi dari penggunaan pupuk kimia ke pupuk organik menjadi jalan yang bagus seiring dengan kelangkaan pupuk kimia bersubsidi.

“Itu akan menyelesaikan banyak sekali persoalan. Kalau kita bisa kurangi pengurangan pupuk kimia, atau di mix saja, separuh-separuh, itu akan mengurangi problem subsidi,” katanya seusai Forum Group Discussion (FGD) soal pupuk dan produktivitas pertanian bersama Negara Institute di Surabaya, pada Rabu (10/1/2024).

Dampak positif dari penggunaan pupuk organik menurutnya juga bisa mengurangi kerusakan tanah, mengembalikan unsur hara tanah sehingga lebih suhur, memperbaiki ekosistem, hingga mengatasi limbah ternak yang mencemari lingkungan.

“Dan saya konsen di situ, agar pemerintah bisa mengambil kebijakan yang cukup memadai untuk penggunaan pupuk organik. Kalau perlu dilakukan, diberikan insentif kalau misal ada yang mengeluhkan penggunaan pupuk organik dalam tahun pertama atau kedua produksinya menurun, dalam jangka pendek.

Saat ini, kata dia, banyak juga orang yang sudah mulai peduli dengan kesehatan. Sehingga produk pertanian organik juga memiliki nilai jual yang bagus di pasaran.

“Produk pertanian organik itu harganya relatif stabil di atas harga yang non-organik. Jadi selain menghemat pupuk, harganya juga menjadi lebih mahal. Di supermarket, padi organik jauh lebih mahal dibandingkan pada padi konvesional,” paparnya.

Oleh karena itu, ia menilai bahwa untuk menunjang penggunaan pupuk organik, diperlukan adanya edukasi semacam palatihan untuk memberikan pemahaman pada para petani.

Sementara itu, Ony Anwar Harsono Ketua DPD Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jawa Timur mengatakan, kelangkaan pupuk subsidi membuat sebagian petani sudah pesimis terhadap subsidi pupuk.

Sehingga untuk tetap survive, harus punya kreativitas membuat pupuk organik secara mandiri, baik untuk secara keseluruhan maupun dicampur dengan pupuk kimia untuk menekan modal produksi.

“Dari yang pesimis ini, beranggapan mending nggak usah saja sekalian ada subsidi. Diganti saja pascapanen, ataupun subsidinya langsung direct pada petani. Jadi petani mau beli pupuk maupun bikin sendiri sudah terserah petani, yang penting petani ada kemudahan, bukan berarti subsidinya hilang, tapi subsidinya itu berubah langsung direct kepada petani,” jelasnya seusai FGD.

“Karena subsidi pupuk terus menerus ada permasalahan, mulai dari ketepatan distribusi, ketepatan harga, dan lain sebagainya,” imbuhnya.

Dalam kesempatan itu, Akbar Faizal Direktur Eksekutif Negara Institute menambahkan bahwa upaya merekam permasalahan pupuk itu akan kembali dilakukan, agar ada diskusi yang lebih luas.

“FGD ini adalah putaran kedua setelah di Semarang. Nanti ketiga di Karawang sebelum seminar hasil di Jakarta,” ucapnya.

Hasil dari FGD itu nantinya, kata Akbar, akan dikirimkan kepada pihak yang bersangkutan, seperti Presiden, Menteri Pertanian, DPR, Bapanas, Bulog, hingga pemerintahan di beberapa Provinsi yang memiliki produsen beras tinggi.

“Ini adalah proses perekaman dan jadi sebuah dokumen agar kemudian menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam beberapa kebijakan-kebijakannya,” pungkasnya. (ris/bil/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
32o
Kurs