Sabtu, 23 November 2024

Peneliti BRIN: Bansos Kebijakan Negara, Jangan Jadikan Alat Politik untuk Meraup Suara Pilpres

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Masyarakat menerima Bansos BLT Minyak Goreng, Kamis (21/4/2022). Foto : Diskominfo Kota Surabaya

Program bantuan sosial (Bansos) yang digelontorkan pemerintah menjelang pemilihan umum (Pemilu) rawan dimanfaatkan untuk mengambil keuntungan elektoral.

Salah satu contohnya, Zulkfili Hasan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) berkampanye dengan narasi yang menggiring rakyat memilih Prabowo-Gibran supaya program bansos dan bantuan langsung tunai (BLT) berlanjut.

Profesor Lili Romli Peneliti Senior Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menilai, kampanye bernada ancaman seperti bansos itu tidak etis.

Seharusnya pemerintah mencari cara supaya rakyat makmur dan sejahtera, tidak mengandalkan bansos. Kampanye model seperti itu menurut Romli justru terkesan ingin melestarikan kemiskinan.

“Ini bisa dikatakan mereka ingin agar rakyat tetap miskin sehingga agar tergantung terus pada bansos. Ini bentuk politik populis yang salah kaprah,” ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Kamis (14/12/2023).

Kampanye politik, lanjut Romli, semestinya berfokus pada upaya menghadirkan kesejahteraan rakyat dengan penciptaan lapangan usaha bagi rakyat, lapangan pekerjaan, peningkatan pendidikan sehingga rakyat bisa keluar dari jerat kemiskinan.

“Bukan terus-menerus melestarikan bansos,” tegasnya.

Prof Romli melanjutkan, pogram bansos yang berlangsung sekarang, melenceng dari tujuan awal.

“Sekarang bansos sudah bersifat politis, sudah ditunggangi politik. Bansos menjadi instrumen klientelisme untuk meraih suara, untuk pemenangan pemilu dan pilpres. Padahal pendanaan bansos bersumber dari uang rakyat. Anggaran negara, yang berasal dari pajak bahkan dapat dari utang luar negeri, disalahgunanakan, dimanipulasi dan dimanfaatkan untuk pemenangan pemilu. Ini sangat disayangkan,” ucapnya.

Lili melanjutkan, pentingnya kesadaran publik untuk melihat bansos secara jernih di tengah masa pemilu. Bansos bukan berasal dari sosok tertentu melainkan dari negara.

“Moga rakyat sadar dan mengetahui bahwa bansos bukan kemurahhatian penguasa, karena yang digunakan bukan uang pribadi tapi uang negara, yang hakekatnya adalah uang rakyat,” sebutnya.

Sementara itu, Trubus Rahadiansyah Pakar Kebijakan Publik Universitas Trisakti mengatakan, bantuan sosial dipakai untuk meraih kepercayaan publik sejak lama.

“Bansos tinggi untuk meraih kepercayaan publik. Lebih dari sekadar untuk melanggengkan kekuasaan, bansos harus memberi harapan kepada masyarakat miskin jika disalurkan dengan tepat. Bahwa bansos juga membawa harapan kepada masyarakat miskin untuk bertahan dalam mengarungi hidupnya,” katanya.

Tapi, kalau bansos digaungkan terus oleh tim paslon capres nomor urut 2 pada Pilpres 2024, tidak bisa dipungkiri karena ada anak Presiden Joko Widodo yang terus mengatakan akan melanjutkan kerja-kerja bapaknya. Kelekatan antara Jokowi dan bansos sudah begitu mengakar.

“Jujur saja masyarakat bawah bingung kalau Pak Jokowi tidak lagi Presiden, bansos masih mengalir atau tidak? Apalagi, bagi masyarakat yang tergolong miskin ekstrem. Sehingga, harapannya bagaimana orang miskin ekstrem mendapatkan dua kali lebih banyak,” tuturnya.

Calon presiden dan calon wakil presiden yang berani menjanjikan bansos, kata Trubus, seharusnya mencari dulu akar masalahnya agar tidak menjadi ketergantungan.

“Persoalannya, apakah bansos itu lama? Kan tidak mendidik kalau terus menerus dipelihara,” pungkas Trubus. (rid/ham)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
27o
Kurs