Akademisi Ilmu Komunikasi mengatakan, seorang Public Relations (PR) harus selalu melek terhadap perubahan, imbas situasi politik di masa Pemilu 2024.
Nasrullah Kepala Program Studi (Kaprodi) Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menyebut, PR harus sensitif terhadap perubahan akibat situasi politik.
“PR itu harus sensitif terhadap kemungkinan perubahan yang terjadi, akibat perubahan politik. Jadi sentimen politik harus dibaca dengan cermat oleh PR,” jelas Nasrullah usai mengisi materi “Super PR Winning Persuasion in The Political Age Suara Surabaya Academy”, di Surabaya, Kamis (7/12/2023).
Tujuannya, untuk acuan PR mengambil atau mengantisipasi kebijakan terhadap isu-isu yang sensitif.
“Nanti kalau PR salah membaca, maka akan salah mengantisipasi. Misalnya, politik itu sensitif dengan isu-isu yang berkaitan dengan konflik global, HAM, lingkungan, demokratisasi, dan hak sipil. Itu harus jadi perhatian dan sensitifitas PR,” bebernya.
PR perusahaan milik pemerintah maupun swasta, menurutnya harus menjalankan cara itu.
“Sama, karena aktor politik bisa negara, bisa swasta, bisa masyarakt sipil. Swasta misal corporate yang bukan BUMN itu kan kaitannya dengan iklim, ekonomi, investasi, gejolak buruh, UMR, itu kan kebijakan politik. Misal kenaikan UMR ini murni atau politis, ini diwaspadai terus karena pasti terjadi gejolak,” terangnya lagi.
Mengawal isu yang berkembang dengan respons masyarakat, menurutnya sangat penting di era politik yang perubahannya tidak bisa diprediksi.
“Paling tidak monitoring fluktuasi informasi, harus adaptasi yang cepat terhadap kemungkinan melalui hasil monitoring dan listening itu. Mendengarkan apa yang dibicarakan oleh publik dan apa yang direspons. Mungkin bukan perusahaan kita, tapi sesuatu yang efektif ke kita. Harus antisipasi jangan sampai ke kita sebentar lagi,” paparnya.
Terakhir, dalam menyampaikan kebijakan perusahaan, menurutnya harus juga mengakomodir kepentingan masyarakat.
“Kita berpihak pada manajemen, tapi yang kita layani publik, maka jangan sampai keseimbangan antara publik stakeholder eksternal kita terabaikan. Misalnya, ada PR menyenangkan pimpinan tapi mengabaikan publik, itu praktik yang salah,” tandasnya.
Diketahui, Nasrullah menyampaikan beberapa materi soal gambaran tahun politik 2024 dan dampaknya terhadap PR serta teori-teori yang harus dikuasai PR.
Suara Surabaya Academy, “Super PR Winning Persuasion in The Political Age” digelar untuk menambah pengetahuan PR soal arah politik ke depan dan cara mengelola informasinya ditahun politik. (lta/and/bil/ham)