Tiara Puspita psikolog klinis dewasa lulusan Universitas Indonesia mengatakan, jika saat stres mendorong seseorang untuk makan, dia harus memahami apakah dorongan itu disebabkan lapar atau pelampiasan serta dia juga harus memahami porsi makan.
“Misalnya lagi lapar ingin makan kita tahu batasan porsi kita seberapa normalnya. Pada saat kita tidak sedang kelaparan itu yang penting karena itu yang bisa membantu kita menjaga seberapa banyak, sih, kita makan satu porsi ketika kita capek atau stres yang bawaannya lapar,” ucap Tiara dilansir Antara pada Rabu (7/12/2023) tengah malam.
Beberapa orang kerap meredakan stresnya dengan mengonsumsi makanan kesukaan. Namun, sering kali dia secara tidak sadar makan dalam porsi banya, yang akhirnya akan menimbulkan masalah baru pada kesehatan.
Saat stres biasanya porsi makan akan bertambah setengah dan itu datang secara tidak sadar. Jika memang sudah menjadi kebiasaan, Tiara menyarankan untuk berolahraga sesudahnya untuk membakar kalori sehingga makanan tersebut tidak mengendap dan bisa terkontrol kemudian hari.
Tiara juga sering menyarankan pasiennya yang tinggal sendiri untuk jangan menimbun makanan kemasan di rumahnya dalam jumlah yang banyak. Sebaiknya bagi porsi cemilan ke dalam kemasan lebih kecil agar tetap dalam batasan yang wajar.
“Hindari juga snacking (mengudap) sedikit tidak pada saat nonton TV, pakai kemasan wadah kecil sehingga nggak tanpa sadar habis, mau es krim, snack atau apapun itu,” katanya.
Makan bisa jadi merupakan cara memberikan hadiah kepada diri sendiri yang dapat menenangkan kondisi yang sedang stres.
Memberikan hadiah kepada diri sendiri juga bisa diterapkan pada anak-anak agar tidak terlalu jenuh dengan rutinitas.
Meskipun anak belum bisa mengerti gratifikasi untuk dirinya sendiri, orang tua bisa membimbing dengan tidak terlalu memforsir anak belajar dan membagi waktu anak untuk bersantai.
“Karena untuk melatih kontrol mereka kapan sih belajar, kapan boleh rileks itu bisa ditanamkan sejak dini untuk bisa mengontrol apa yang dia butuhkan apa yang dia inginkan bisa menyeimbangkan itu,” imbuhnya.
Orang tua juga bisa mencontohkan dengan sering mengajak anak berjalan-jalan atau mengingatkan untuk bersantai. Kenali juga preferensi kesukaan anak agar anak juga bisa menikmati waktu bersantainya dengan hal yang disukainya. (ant/saf/ipg)