Budi Arie Setiadi Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) menugaskan Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika (Ditjen Aptika), untuk menelusuri dugaan kebocoran Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Komisi Pemilihan Umum (KPU) secara tuntas.
“Saya sudah menugaskan Dirjen Aptika untuk melakukan penelitian apa penyebabnya dan bagaimana mengantisipasinya,” ujar Budi Arie di Jakarta, Sabtu (2/12/2023).
Dilansir dari Antara, Budi Arie mengatakan, saat ini Kementerian Kominfo tengah berkoordinasi dengan Komisi Pemilihan Umum, Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, hingga Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) untuk menyelidiki masalah tersebut.
Menkominfo menegaskan dugaan kebocoran data itu harus menjadi peringatan seluruh pihak penyelenggara Pemilu, untuk memperkuat keamanan data dan menjaga sistem dengan lebih baik. Menkominfo mengharapkan tidak ada yang saling menyalahkan atau bahkan mendiskreditkan KPU.
“Kita tidak mau menyalahkan, sehingga kita sama-sama jagalah, yang pasti bahwa pelakunya memang sedang diverifikasi oleh aparat penegak hukum dan ini peringatan juga buat KPU untuk menjaga sistem lebih baik,” kata Budie Arie.
Sementara Semuel Abrijani Pangerapan Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Dirjen Aptika) mengatakan, telah meminta klarifikasi kepada KPU dengan mengirimkan surat melalui email.
Kementerian Kominfo, kata Semuel, juga melakukan penelusuran awal dengan mengumpulkan data-data yang sudah ada di publik. Semuel mengatakan saat ini mereka belum bisa menyimpulkan dan masuk pengauditan secara mendalam.
“Ini kan datanya sekunder, data-datanya sedang kami kumpulkan baik kami mengambil data-data yang ada di sosial media maupun yang si pelakunya sebarkan ini kita analisa,” tutur dia.
Dari penelusuran awal, Dirjen Semuel menyatakan telah mengidentifikasi ada kemiripan format data yang bocor dengan data DPT yang diproses KPU.
Namun, Kemenkominfo belum bisa memastikan asal data yang bocor tersebut karena membutuhkan analisis lebih mendalam.
“Jadi, kami belum bisa masuk, perlu kita telusuri lebih dalam lagi. Pada saat ini terlalu prematur untuk menetapkan apapun sebelum kami mendapatkan klarifikasi sebagaimana yang diamanatkan oleh UU yaitu PSE harus memberikan respon tiga hari setelah kami minta klarifikasi,” jelas Semuel.
Sebelumnya, Abdul Kharis Almasyhari dari Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat RI menyoroti secara khusus dugaan kebocoran data DPT. Wakil Ketua Komisi I itu menyatakan, Indonesia kini telah memiliki Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi.
Dalam undang-undang tersebut, pengelola data pribadi wajib menjamin keamanan data pribadi masyarakat yang dikumpulkan dan dikelolanya.
“KPU dan lembaga lain yang menjadi pengelola data pribadi harus memberikan penjelasan dan jaminan keamanan. Di sisi lain, aparat penegak hukum juga harus bergerak dalam menyelidiki sosok peretas dan penjual data pribadi tersebut,” ujar Abdul Kharis. (ant/ath/bil/ipg)