Jumat, 22 November 2024

Anies Baswedan: Selama Masih Takut Berekspresi dan Mengkritik, Berarti Kita di Era Otoriter

Laporan oleh Muchlis Fadjarudin
Bagikan
Anies Rasyid Baswedan Capres nomor urut 1 saat berdialog dengan PWI Pusat, bertempat di kantor PWI jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat (1/12/2023). Foto Faiz Fadjarudin suarasurabaya.net

Anies Rasyid Baswedan Capres nomor urut 1 memenuhi undangan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat untuk berdialog. Dialog diadakan di kantor PWI Pusat, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Jumat (1/12/2023).

Dalam dialog tersebut dibahas soal masalah demokrasi di Indonesia. Anies menegaskan keinginannya untuk menjaga pasal 1 ayat 3 UUD 1945 yang berbunyi “Negara Indonesia adalah Negara Hukum”

“Kita ingin menjaga agar Pasal 1 ayat 3 undang-undang dasar 1945 itu terjaga terus, yaitu hukum di atas kekuasaan. Karena ini negara hukum, bukan negara kekuasaan. Jangan sampai Indonesia bergeser menjadi negara kekuasaan,” kata Anies dalam dialog dengan PWI.

Dalam negara hukum, kekuasaan diatur oleh hukum. Dalam negara kekuasaan, hukum diatur oleh kekuasaan. Dan menurut Anies, ini yang harus dijaga supaya Indonesia tetap berada di dalam jalur sebagai negara hukum.

“Dan ini membutuhkan komitmen dan membutuhkan pengawasan dari semuanya,” jelasnya.

“Kami melihat komitmen tentang ini yang Insya Allah akan kami pegang sebagai komitmen untuk menjaga Indonesia sebagai negara hukum dan memberikan ruang kebebasan untuk berekspresi,” imbuhnya.

Anies melihat ada pasal-pasal dalam perundangan yang menghambat orang untuk berani mengungkapkan pandangan, termasuk dalam undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), sehingga nanti perlu direvisi.

“Di situ ada pasal buat kami itu perlu direvisi hingga tidak menimbulkan rasa takut di dalam berekspresi. Saya pernah sampaikan beberapa kali, selama di sosmed orang masih nyebut kata Indonesia dengan istilah Wakanda, dengan istilah Konoha, maka Indonesia masih ada masalah,” kata dia.

“Tapi kalau kita sudah berani menyebut dengan nama Indonesia, maka perasaan takut itu tidak ada. Berkali-kali kami sampaikan, takut itu hanya boleh di tempat yang otoriter. Ini Bapak Ibu sekalian, teman-teman mengalami era otoriter. Di situ ada rasa takut karena memang era otoriter itu pilar penopangnya rasa takut. Kalau rasa takutnya hilang, rezim itu tumbang,” terangnya.

Mantan Gubernur DKI Jakarta ini mengatakan, demokrasi itu pilarnya trust (kepercayaan). Trust inilah yang menjadi kekuatan demokrasi.

Ia melihat trust di Indonesia itu mengalami penurunan yang luar biasa. Indikasi penurunannya banyak sekali akhir-akhir ini, apalagi menjelang pemilu.

“Kemarin saya sampaikan pada saat acara dengan Bawaslu. Indonesia sudah mengalami Pemilu bebas 5 kali sejak tahun 1999 dan sebelum Pemilu kita selalu berbicara tentang bagaimana semua calon. Hari ini percakapan yang dominan adalah netralitas, pertanyaan domain akankah terjadi kecurangan? Akankah ada problem sistemik? Itu artinya tumbuh keraguan atas negara di dalam menyelenggarakan salah satu ritual demokrasi. Ritual demokrasi ini pemilu yang waktunya hanya 6 jam, jam 7 pagi sampai jam 01.00 WIB siang, hanya 6 jam. Itu dikhawatirkan semua orang,” tegasnya.

Apalagi, lanjut Anies, muncul peristiwa data KPU bocor. Hal ini memberikan pesan kepada semua tentang penurunan trust yang agak serius.

“Ini harus dikembalikan karena kekuatan kita justru pada trust. Trust pada institusi, mulai dari institusi kepresidenan, institusi perwakilan, institusi hukum, dan trust itu harus ditinggikan. Hari ini kita merasakan itu menurun,” pungkas Anies.(faz/iss)

Berita Terkait

Surabaya
Jumat, 22 November 2024
28o
Kurs