Selasa, 26 November 2024

Setara Institute Menilai Masifnya Kecurangan Pemilu Indikator Kemunduran Kualitas Demokrasi

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Ilustrasi pemilu. Foto: BBC

Bonar Tigor Naipospos Wakil Ketua SETARA Institute menilai pernyataan Megawati Soekarnoputri Presiden ke-5 RI sekaligus Ketua Umum PDI Perjuangan yang menyebut sikap penguasa saat ini mau seperti penguasa Orde Baru ada benarnya sehubungan dengan kemunduran demokrasi.

Tapi, dia melihat itu belum sampai separah yang terjadi pada era kekuasaan Soeharto.

“Kami akui ada kemunduran dalam kualitas demokrasi di Indonesia. Tapi, mengatakan penguasa sekarang ini bertindak seperti penguasa zaman Orde Baru masih belum sampai ke situ,” ujarnya di Jakarta, Rabu (29/11/2023).

Menurutnya, sekarang ini memang ada sejumlah kejadian yang mencederai demokrasi. Tapi, di sisi lain masih ada kebebasan di negeri ini.

“Kebebasan berpendapat, kebebasan pers, dan juga oposisi masih ada,” katanya.

Sementara itu, Herry Mendrofa Direktur Eksekutif Centre for Indonesia Strategic Action (CISA) menyebut pernyataan Megawati sebagai respons atas kondisi politik terkini. Pidatonya juga menyiratkan kekecewaan, kegelisahan, dan tanggung jawab moral.

“Saya kira itu respons Megawati melihat situasi atas konstelasi politik yang begitu dinamis dan cukup alot. Menurut saya, respons Megawati lebih pada political surprise yang terjadi hingga hari ini. Sehingga, pidatonya menurut semiotika politik juga bisa diartikan sebagai bentuk dari kekecewaan, kegelisahan, dan di samping posisinya sebagai Presiden ke-5 RI tentunya memiliki tanggung jawab moral untuk menanggapi atau merespons situasi yang terjadi,” paparnya.

Dia melanjutkan, tidak bisa dipungkiri saat ini terjadi preseden buruk yang mengarah pada era Orde Baru.

“Dari peristiwa-peristiwa politik atau preseden politik yang terjadi, ada arah ke sana. Indikatornya proses-proses di mana terjadinya intervensi politik atau penguasa terhadap suprastruktur politik lainnya atau lebih pada lembaga-lembaga negara,” tambahnya.

Pemilu 2024, sambung Herry, dibayangi isu ketidaknetralan aparat penegak hukum hingga aparatur negara yang dimobilisasi untuk mendukung dan memenangkan calon tertentu.

“Saya kira ini adalah suatu preseden yang bisa diasosiasikan dengan insiden-insiden politik yang ada di era Orde Baru,” jelas Herry.

Sebelumnya, Megawati Soekarnoputri mengungkapkan kekesalannya pada situasi politik saat ini.

“Mestinya Ibu nggak perlu ngomong gitu, tapi sudah jengkel. Karena apa, Republik ini penuh dengan pengorbanan, tahu tidak? Mengapa sekarang kalian yang baru berkuasa itu mau bertindak seperti waktu zaman Orde Baru,” kata Megawati di Jakarta.

Pada pidato lainnya, Megawati mengajak masyarakat tetap menggunakan hak pilihnya, dan bijaksana menggunakan hak pilihnya.

“Kalau mau memilih pemimpin apa sih yang dilihat? Jangan hanya supaya dia nyoblos. Pilihlah yang baik yang bisa memimpin yang menaungi semuanya. Yang track record politiknya bukan hanya teori tapi punya pengalaman,” tegas Megawati.

Danis TS Wahidin Pengamat Politik dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta mengatakan, pidato Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri bukan tanpa alasan.

“Bisa dibenarkan, karena kondisi Pemilu 2024 memang sangat berbeda, benturan politik dan kepentingan yang sangat kuat namun semuanya sangat berhati-hati untuk menjaga stabilitas politik dan negara,” kata Danis.

Sikap Mega yang kritis, lanjutnya, mencerminkan isi hati, kegundahannya melihat situasi politik hari ini.

“Dinamika masyarakat terasa sangat anomali,” sebut Danis.

Retaknya hubungan Megawati dengan Jokowi kata Danis membawa perubahan besar di PDI Perjuangan.

“Di tengah berbagai kontroversi, elektabilitas Ganjar-Mahfud melemah, banyak relawan dan kader yang yang berpindah,” ungkap Danis.

Pekerjaan Rumah bagi PDI Perjuangan untuk memenangkan Pemilu di tengah maraknya dugaan penyelewengan kekuasaan dan penggunaan alat-alat negara.

“Pertanyaan pentingnya adalah, sejauh mana Ibu Megawati, PDI Perjuangan dan parpol koalisinya serius melakukan perlawanan politik?” sebutnya.

Danis yang juga menjabat Direktur Eksekutif Indodata m menjelaskan, ada beberapa opsi yang dapat dilakukan PDI Perjuangan sebagai upaya politik perlawanan yang dilakukannya.

“Menarik semua menteri PDIP dan koalisi dari Kabinet Indonesia Maju. Menyusun koalisi baru pascapemilihan putaran pertama, jika Ganjar-Mahfud masuk putaran kedua, Semua timnya harus bersiap menerima semua kelompok Anies, dan jika sebaliknya semua harus masuk dan bergabung dengan koalisi AMIN,” tambahnya.

Tapi, di atas kepentingan pemenangan Pemilu, Danis percaya baik PDIP mau pun koalisi lain memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga ketentraman bangsa.

“Walau kondisi dan kompetisi pada Pemilu 2024 berat, semua komponen harus bersatu pasca mpemilu dan melanjutkan agenda-agenda kebangsaan,” pungkasnya.(rid/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Selasa, 26 November 2024
27o
Kurs