Ade Jubaedah Ketua Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia (IBI) menyatakan komitmen pihaknya melayani dan mendampingi perempuan korban kekerasan berbasis gender.
“Kami berkomitmen untuk terus melayani perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual dan mengalami praktik-praktik berbahaya. Kami juga mengawal untuk terus meningkatkan kesehatan perempuan dan reproduksinya, serta mendampingi perempuan agar terhindar dari kekerasan berbasis gender,” kata Ade saat ditemui usai acara pelantikan pengurus IBI periode 2023-2028 di Jakarta, Rabu (29/11/2023).
Dilansir Antara, Ade juga menegaskan peran bidan selama ini telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) Nomor HK.01.07/Menkes/320/2020 tentang Standar Profesi Bidan, sehingga dengan dilantiknya pengurus IBI yang baru ini, peran bidan di fasilitas pelayanan kesehatan, utamanya kepada perempuan akan terus dikuatkan.
“Data Riset Kesehatan Dasar tahun 2018 menyebutkan 82 persen pelayanan kepada perempuan itu diberikan oleh bidan, mulai dari sebelum hamil, masa hamil, persalinan, nifas, bayi baru lahir, balita, hingga anak pra-sekolah, bahkan kesehatan reproduksi perempuan sepanjang daur kehidupannya itu menjadi lingkup asuhan bidan,” ujar dia.
Ia mengatakan bahwa IBI akan terus memberikan pendampingan dan dukungan psikologis terhadap perempuan yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan mengalami praktik-praktik berbahaya lainnya.
“Kami dengan Kemenkes di Direktorat Usia Produktif dan Lanjut Usia saat ini fokus untuk sosialisasi terhadap pencegahan pemotongan kelamin perempuan atau genital mutilation,” ucap Ade.
Ia melanjutkan IBI juga bekerja sama dengan Kongres Ulama Indonesia untuk mensosialisasikan pentingnya melindungi kesehatan reproduksi perempuan di pesantren-pesantren.
“Kami butuh dukungan semua pihak, tentunya kami juga akan terus menguatkan kolaborasi untuk mendukung transformasi kesehatan di Kemenkes, sepanjang itu untuk peningkatan sistem pelayanan kesehatan di Indonesia,” tuturnya.
Berdasarkan data, menurut Ade, saat ini ada 400.000 bidan yang tersebar di 83.000 desa seluruh Indonesia. Untuk itu, perlu penguatan tenaga-tenaga bidan tersebut mengingat saat ini akan digalakkan kembali kegiatan posyandu primer.
“Posyandu primer akan digalakkan kembali, sementara kita tahu jumlah bidan di desa saat ini sudah berkurang. Untuk itu, kita mendorong Kemenkes, khususnya Direktorat Perencanaan dan Penyediaan Tenaga Kesehatan untuk menempatkan kembali bidan-bidan yang bertugas di desa dalam rangka mendukung transformasi kesehatan di posyandu primer,” katanya.
Selain itu, menurut dia, juga perlu dukungan dari seluruh kementerian/lembaga untuk terus meningkatkan kompetensi bidan di desa, karena saat ini masih banyak bidan di desa yang melakukan tindakan di luar tugas pokok dan fungsi (tupoksi).
“Nanti rencananya di posyandu primer akan ada satu bidan dan satu perawat, sementara jumlah bidan di desa sekarang sudah berkurang. Kami juga bekerja sama dengan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi serta stunting dengan program tim pendamping keluarga, di mana bidan akan menjadi koordinator dalam tim ini,” ujarnya. (ant/mel/bil/ipg)