Senin, 25 November 2024

Polling Suara Surabaya: Masyarakat Masih Gemar Meminum Jamu

Laporan oleh Muhammad Syafaruddin
Bagikan
Hasil Wawasan Polling Suara Surabaya Media terkait apakah masyarakat masih meminum jamu saat ini. Foto: Bram Grafis suarasurabaya.net

Jamu akan ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh UNESCO. Status jamu sebagai WBTB akan diumumkan melalui sidang di Botswana pada 4-9 Desember 2023 mendatang.

Indonesia mengajukan jamu sebagai warisan dunia pada 7 April 2022. Erwin J. Skripsiadi peneliti yang mewakili Ketua Tim Kerja Nominasi Budaya Sehat Jamu menyebut, pengajuan nominasi budaya sehat jamu dilakukan sesuai dengan standar dan kaidah yang telah ditetapkan UNESCO.

Proses riset dilakukan Tim Riset Jamupedia, lembaga riset dan pengarsipan budaya sehat jamu di bawah bimbingan konsultan ahli Gaura Mancacaritadipura sejak bulan Juni 2021.

Riset budaya yang dilakukan salah satunya melalui pembacaan terhadap artefak yang menunjukkan budaya meracik jamu. Seperti pada relief Candi Borobudur, prasasti Madhawapura, prasasti Bendosari dan sebagainya.

Lantas, apakah Anda masih meminum jamu hingga saat ini?

Dalam diskusi di program Wawasan Polling Suara Surabaya pada Kamis (23/11/2023) pagi, sebagian besar masyarakat masih meminum jamu dewasa ini.

Dari data Gatekeeper Radio Suara Surabaya, dari 29 pendengar yang berpartisipasi, 27 di antaranya (93 persen) masih minum jamu. Sedangkan dua lainnya (7 persen) menyatakan sudah tidak minum.

Sementara dari data di Instagram @suarasurabayamedia, 121 votes (79 persen) menyatakan masih minum jamu. Sedangkan Sedangkan 33 lainnya (21 persen) menyatakan sudah tidak minum jamu.

Menanggapi hal tersebut Perry Angglishartono Product Group Manager at PT Jamu Iboe Jaya mengaku bangga karena jamu akan ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh UNESCO. Menurutnya, momen ini sudah dinantikan sejak lama.

“Kita harus bangga karena jamu adalah brand Indonesia sejak 2008. Harapan kami, jamu menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat, khususnya generasi muda, seperti teh dan kopi,” ujar Perry saat mengudara di Radio Suara Surabaya, Kamis pagi.

Perry menjelaskan, jamu terdiri dari beberapa bentuk. Mulai serbuk yang sering dikonsumsi dengan cara diseduh. Ada pula jamu yang sudah berbentuk kapsul ekstrak yang secara kualitas lebih terjamin.

Dari segi bisnis, Perry mengakui ada peningkatan konsumsi selama pandemi Covid-19 pada periode 2020 hingga 2022. Perkembangannya antara 50 hingga 60 persen. Kemudian trennya menurun pada tahun ini.

“Memang ada penurunan karena pergeseran skala prioritas konsumen setelah pandemi. Saat pandemi, prioritas adalah kesehatan, sekarang lebih ke hiburan,” kata Perry.

Sebagai orang yang bergerak di industri jamu, ada empat tantangan global yang dihadapi. Keempatnya adalah persepsi, regenerasi, sosialisasi, regulasi. Dari keempat poin itu, persepsi adalah tantangan terberat.

“Apa yang terbesit soal jamu? Pahit, kuno, produk nenek moyang, tidak keren. Dengan persepsi yang cenderung negatif itu, maka regenerasinya macet. Baik regenerasi konsumen maupun pelaku industri,” terangnya.

Untuk itu, lanjut Perry, butuh sosialisasi dari pelaku industri maupun pemerintah tentang khasiat jamu. Serta, yang tak kalah penting, adalah regulasi yang tegas untuk mencegah jamu ilegal yang dicampur dengan bahan kimia.

Selain itu, Perry menyebut masyarakat Indonesia seharusnya bangga dengan jamu. Sebab jamu telah dipakai selama berabad-abad. Tak hanya itu saja, keunggulan jamu Indonesia adalah bahan baku yang melimpah.

Ada lebih dari 25 ribu ramuan jamu, 2.600 lebih tanaman obat di Indonesia. Yang menarik, ikon tanaman obat di Indonesia adalah temulawak. Apalagi temulawak Indonesia adalah yang terbaik di dunia.

“Harapan kami, jamu menjadi kebutuhan primer di Indonesia. Selain itu, juga dibutuhkan dukungan pemerintah khususnya sosialisasi dan regulasi. Pelakunya juga harus beradaptasi. Tetap relevan dan jangan ketinggalan dari inovasi produk,” harapnya. (saf/ipg)

Berita Terkait

Surabaya
Senin, 25 November 2024
29o
Kurs