Sabtu, 23 November 2024

Pengamat Ingatkan TNI Polri Harus Netral, Tidak Boleh Terlibat Politik Praktis Pilpres 2024

Laporan oleh Farid Kusuma
Bagikan
Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar, Ganjar Pranowo-Mahfud MD, dan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden yang telah ditetapkan KPU RI, Senin (13/11/2024) untuk mengikuti kontestasi Pemilu 2024. Grafis: suarasurabaya.net

Muradi Guru Besar Politik, Ketahanan, dan Keamanan Universitas Padjadjaran (UNPAD) mengatakan, netralitas TNI/Polri harus dijaga pada momen pemilu, karena berkenaan dengan citra lembaga negara di hadapan publik.

“ASN, TNI, Polri, dan BIN harus berada dalam posisi yang menjaga jarak. Karena dalam konteks TNI/Polri mereka kan punya kultur komando, jiwa korsa yang pada akhirnya itu akan membuat tidak objektif di mata publik,” ujarnya kepada wartawan di Jakarta, Kamis (16/11/2023).

Maka dari itu, TNI/Polri tidak boleh terlibat dalam pemenangan salah satu pasangan calon presiden.

Menurut Muradi, sejatinya para personel TNI/Polri menginginkan bekerja profesional.

“Itu kemudian yang menjadi diskursus di internal TNI/Polri. Mereka menginginkan tentara yang profesional. Mereka tidak ingin ditarik ke sana-sini. Tentara atau polisi profesional tentu bisa menjalankan fungsi tugasnya secara objektif,” jelasnya.

Sikap profesional TNI dan Polri itu, lanjut Muradi, modal utama untuk berdiri tegak di kancah nasional maupun internasional.

“Dengan sikap profesional, mereka bisa lebih berdaya dan punya wibawa di mata publik dalam negeri dan dunia internasional,” ungkapnya.

Lebih lanjut, Muradi menegaskan sudah ada pernyataan terbuka dari petinggi TNI/Polri supaya seluruh prajurit netral dalam pemilu. Dia bilang, instruksi itu wajib menjadi panduan bagi seluruh aparat.

“Kalau ada instruksi tertutup, itu sama dengan memundurkan lembaga negara itu. Apakah itu memang menjadi bagian dari strategi yang bersifat tertutup atau terbuka? Yang jelas kalau tertutup, ya saya merasa tentara dan polisi kembali ke jaman purba. Jaman ketika mereka tidak lagi profesional,” tegasnya.

Sementara itu, Khairul Fahmi Pengamat Militer dari ISESS mengatakan, kekhawatiran calon presiden tertentu akan kembali memberikan peran besar pada militer agak berlebihan.

“Saya kira kurang tepat kekhawatiran itu hanya dilekatkan pada Prabowo. Jokowi Presiden yang notabene sipil sudah banyak membuka jalan untuk perluasan peran militer,” ucapnya.

Perluasan yang dimaksud tertuang dalam Undang-undang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang menyebutkan jabatan ASN tertentu dapat diisi Prajurit TNI dan Anggota Polri.

Terkait Pilpres 2024, Fahmi memaparkan sejumlah purnawirawan TNI/Polri ada di semua tim pemenangan capres-cawapres.

“Saya kira tidak ada garansi kandidat-kandidat lain tidak akan memberi peran besar pada militer. Faktanya, untuk pemenangan saja semua tim paslon diisi tokoh-tokoh pensiunan Jenderal TNI/Polri,” katanya.

Lalu, kekhawatiran militer keluar dari barak, Fahmi bilang itu ibarat lagu lama yang diputar berulang kali.

Sejak Pemilu Presiden pertama kali digelar pada 2004, isu itu selalu dilekatkan pada kandidat yang berlatar belakang militer.

Faktanya, saat ini masih berlaku UU TNI yang membatasi kiprah dan pelibatan TNI di luar tugas pokoknya.

“Kalau pun ada perubahan di masa depan, saya kira itu hanya akan menyangkut akomodasi kementerian dan lembaga pemerintah yang karena urusan dan kewenangannya membutuhkan prajurit TNI aktif. Itu belum diatur UU yang berlaku sekarang,” jelasnya.

Mengenai status keprajuritan, Fahmi menilai perlu dibedakan aktivitas kelembagaan TNI beserta para prajurit aktifnya dengan kiprah politik purnawirawan.

“Para purnawirawan itu kan sebenarnya warga sipil. Begitu pensiun dari dinas militer, hak mereka untuk memilih dan dipilih telah dipulihkan,” tandasnya. (rid/ham)

Berita Terkait

Surabaya
Sabtu, 23 November 2024
33o
Kurs