Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan barang Indonesia pada Oktober 2023 mengalami surplus 3,48 miliar dolar AS, atau berada dalam kondisi surplus selama 42 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
“Neraca perdagangan Indonesia telah mencatat surplus selama 42 bulan berturut-turut sejak Mei 2020,” kata Pudji Ismartini Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS di Jakarta, Rabu (15/11/2023).
Dilansir dari Antara, surplus perdagangan Oktober 2023 tercatat naik 0,07 miliar dolar AS dibandingkan capaian pada September 2023 (month to month/mtm), namun turun 2,12 miliar dolar AS dibandingkan capaian pada periode yang sama tahun 2022 (year on year/yoy).
Pudji menjelaskan, surplus neraca perdagangan Oktober 2023 ditopang oleh surplus pada komoditas non migas yaitu sebesar 5,31 miliar dolar AS dengan komoditas penyumbang surplus utamanya yakni bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewani nabati, serta besi dan baja.
Surplus neraca perdagangan non migas pada Oktober 2023 lebih rendah dibandingkan bulan September 2023 dan Oktober 2022.
“Pada saat yang sama, neraca perdagangan komoditas migas tercatat defisit 1,84 miliar dolar AS dengan komoditas penyumbang defisitnya adalah minyak mentah dan hasil minyak,” ujarnya.
Defisit neraca perdagangan migas Oktober 2023 juga tercatat lebih rendah dari September 2023 dan Oktober 2022.
Adapun secara kumulatif sepanjang Januari-Oktober 2023, total surplus neraca perdagangan mencapai 31,22 miliar dolar AS, lebih rendah dibandingkan capaian pada periode yang sama tahun lalu yang sebesar 45,44 miliar dolar AS.
Sementara itu, pada Oktober 2023, Indonesia mengalami surplus perdagangan barang dengan beberapa negara di mana tiga terbesar yaitu India dengan 1,5 miliar dolar AS, Amerika Serikat dengan 1,1 miliar dolar AS, dan Filipina sebesar 0,9 miliar dolar AS.
“Surplus terbesar dialami dengan India yang didorong komoditas bahan bakar mineral, lemak dan minyak nabati atau hewani serta bijih logam, terak dan abu,” ucapnya.
Indonesia juga mengalami defisit perdagangan dengan beberapa negara, di mana tiga terdalam diantaranya adalah Australia dengan 0,4 miliar dolar AS, Thailand sebesar 0,3 miliar dolar AS, dan Brazil sebesar 0,2 miliar dolar AS.
Defisit terdalam yang dialami dengan Australia didorong oleh komoditas bahan bakar mineral, bijih logam, terak, dan abu serta gula dan kembang gula.(ant/ath)